Warta Ekonomi.co.id, Jakarta
Sriwijaya Air diketahui telah ‘putus’ dari Garuda Indonesia Group. Manajemen baru Sriwijaya Air pun akhirnya blak-blakan mengenai kondisi terkini perusahaannya.
Direktur Utama Sriwijaya Air, Jefferson Irwin Jauwena, menceritakan kisah-kisah awal ‘perpisahan’ mereka, ia mengakui ada kendala berat pada aspek produksi. Menurutnya, peralatan produksi banyak berkurang jauh setelah tak lagi KSM dengan Garuda Indonesia Group.
"Awal November banyak sekali kendala, dari sisi alat produksi memang mengalami penurunan drastis," ungkapnya dalam acara media gathering di Sriwijaya Air Tower, Tangerang, Senin (20/1/20).
Meski demikian, ia optimistis bisa mengembalikan kepercayaan pelanggan. Karena itulah berbagai langkah diambil untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Kita berhasil mengembalikan jumlah alat produksi yang tadinya 9 pesawat, sekarang Sriwijaya 14 pesawat dan NAM Air 11 pesawat. Akhir Januari mudah-mudahan ada penambahan 3 lagi. Secara bertahap kita coba mengembalikan kepercayaan masyarakat," bebernya.
Ketiga pesawat tambahan itu saat ini masih dalam proses maintenance. Lalu, Sriwijaya Air memiliki jumlah armada sebanyak 24 pesawat, sedangkan maskapai dalam satu grup yakni NAM Air memiliki 16 pesawat. Namun, dari jumlah tersebut, tidak semua pesawat bisa digunakan karena banyak yang masih dalam proses maintenance.
Selain dari aspek produksi, dia mengaku bahwa citra perusahaan juga sempat merosot akibat pemutusan sepihak oleh GMF AeroAsia, anak usaha Garuda di bidang hanggar pesawat. Pihaknya pun berupaya memperbaiki citra tersebut.
Untungnya, dia bilang, segenap karyawan juga punya optimisme serupa. Hal ini membuat manajemen leluasa untuk melakukan aksinya.
"Dari sisi karyawan sendiri semuanya berjalan cukup baik, kondusif, karyawan mendukung independensi Sriwijaya air, kita kelola sendiri, ini adalah modal utama manajemen, karena kalau tidak ada dukungan penuh karyawan akan sangat sulit," urainya.
Sejalan dengan hal-hal tersebut, Sriwijaya Air pun mengincar milenial untuk meningkatkan market share rute penerbangan domestik. Sriwijaya mematok target menguasai 8% pasar domestic pada 2020 ini.
Pihaknya mengatakan target tersebut tidak terlalu muluk alias cukup realistis ketika melihat pangsa pasar Sriwijaya Air menurun jadi 7% pada tahun 2019 kemarin dibandingkan pada tahun 2018 yang mencapai 10%.
Dari segi tarif, Jefferson Irwin Jauwena menuturkan tidak ingin menerapkan perang tarif.
"Kami tidak menginginkan adanya perang tarif. Semua maskapai pasti ingin tetap terus beroperasi dengan kinerja keuangan yang sehat, untuk kemajuan industri penerbangan nasional," urainya.