Rabu 22 Jan 2020 11:25 WIB

Kasus Jiwasraya Bisa Berdampak Sistemik? Ini Penjelasan KSSK

Dalam UU, lembaga jasa keuangan yang dapat memicu krisis sistemik ditujukan ke bank

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019).

EKBIS.CO, JAKARTA – Komite Sistem Stabilitas Keuangan (KSSK) ikut bersuara terkait kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero). KSSK tidak melihat permasalahan yang menimpa Jiwasraya memberikan dampak sistemik.

Sebab, berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, lembaga jasa keuangan yang dapat memicu krisis sistem keuangan spesifik ditujukan pada bank. Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai koordinator KSSK menjelaskan, regulasi tersebut menjadi landasan hukum KSSK untuk melihat risiko sistemik yang dianggap mampu memicu krisis keuangan.

Baca Juga

"Itu kita gunakan seagai rambu-rambu untuk menetapkan apakah suatu persoalan di sektor keuangan atau jasa keuangan berdampak sistemik atau tidak," ujarnya dalam konferensi pers KSSK di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (22/1).

Dalam UU 9/2016, krisis sistem keuangan didefinisikan sebagai kondisi sistem keuangan yang gagal menjalankan fungsi dan perannya secara efektif dan efisien. Ciri-cirinya ditunjukkan dengan memburuknya berbagai indikator ekonomi dan keuangan.

Tapi, lembaga keuangan yang disebutkan dalam regulasi itu hanya bank. Dalam regulasi ini, disebutkan secara lebih jelas adalah bank sistemik.

Sri menjelaskan, sebuah bank disebut bank sistemik karena beberapa indikator. Di antaranya dikarenakan ukuran aset, modal dan kewajiban, serta luas jaringan atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan.

Selain itu, keterkaitannya dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial, apabila bank tersebut gagal.

Pandangan serupa disampaikan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. Dalam menentukan sebuah krisis berdampak sistemik atau tidak, ukuran menjadi klasifikasi paling utama.

Apabila size lembaga keuangan tersebut besar, Wimboh menjelaskan, otomatis kemungkinan dapat menimbulkan dampak sistemik. Sebab, dampak penularannya merambah ke banyak pihak.

"Tapi, memang dalam UU kita, yang memuat tentang sistemik ini adalah kasusnya perbankan," katanya dalam kesempatan yang sama.

Untuk meningkatkan pengawasan di sektor industri keuangan, Wimboh menjelaskan, OJK siap melakukan reformasi industri keuangan non bank (IKNB). Reformasi ini menjadi prioritas OJK yang sudah dirancang guideline risk management-nya dalam bentuk Rencana Induk 2020-2024.

Tidak hanya di IKNB, Wimboh menambahkan, OJK juga mendorong perbankan perbankan untuk fokus pada peningkatan daya saing agar bisa lebih efisien. Sementara itu, dalam pengawasan pasar modal, OJK ingin meningkatkan governance integritas yang merupakan kunci utama dalam sektor keuangan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement