EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus memacu pengembangan industri makanan dan minuman (mamin) agar terus berkinerja baik. Selama ini industri mamin memang menjadi sektor andalan, karena mampu memberikan kontribusi besar ke perekonomian nasional, baik melalui peningkatan investasi, penyerapan tenaga kerja, maupun capaian nilai ekspor.
“Maka pemerintah telah menetapkan industri mamin menjadi salah satu dari lima sektor manufaktur yang diprioritaskan pengembangannya sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0. Melalui implementasi industri 4.0 ini, diharapkan industri mamin kita lebih berdaya saing hingga kancah global,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melalui siaran pers pada Ahad, (26/1).
Menperin menjelaskan, industri mamin berperan penting terhadap pemerataan usaha di Tanah Air. Pasalnya, sektor strategis ini didominasi oleh para pelaku usaha yang sebagian besar berskala Industri Kecil dan Menengah (IKM).
“Dengan teknologi digital sebagai penopang utamanya pada proses produksi. Kami meyakini akan dapat meningkatkan produktivitas secara efisien dan menciptakan inovasi di sektor industri,” tutur dia.
Demi mencapai sasaran itu, khususnya bagi industri mamin, Kemenperin bersama Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) tengah mendorong pembangunan innovation center. Lewat adanya pusat inovasi tersebut, diharapkan para pelaku industri mamin di dalam negeri termasuk sektor IKM, dapat memanfaatkan pengembangan teknologi modern.
Dengan begitu produk yang dihasilkan bisa kompetitif di pasar domestik sekaligus mampu mengisi kebutuhan ekspor. “Apalagi, pemerintah telah menyiapkan insentif super deduction tax bagi perusahaan yang ingin mengembangkan inovasi,” ujar Agus.
Berdasarkan data Kemenperin, produk mamin Indonesia mencatatkan nilai ekspor tertinggi di kelompok manufaktur. Capaiannya sebesar 27,28 miliar dolar AS sepanjang 2019.
Industri mamin juga sebagai penyetor terbesar terhadap nilai investasi pada periode Januari-September 2019 yakni sebanyak Rp 41,43 triliun. Selanjutnya, industri itu menyerap paling banyak tenaga kerja di sektor manufaktur, jumlahnya menembus 4,74 juta orang hingga Agustus 2019.
Saat menghadiri pertemuan tahunan World Economic Forum (WEF) 2020 di Davos, Swiss, Menperin aktif melakukan one on one meeting dengan para investor potensial, termasuk di sektor industri mamin. Salah satunya dengan Nestlé.
“Kami bertemu dengan beberapa pelaku industri, untuk memastikan yang sudah beroperasi di Indonesia masih nyaman dan diharapkan bisa meningkatkan investasinya. Selain itu, yang akan memulai investasi baru, bisa segera terealisasi,” jelasnya.
Agus menyebutkan, sejumlah sektor industri yang telah beroperasi di Tanah Air berencana melakukan perluasan usaha atau ekspansi. “Jadi kami harus mengawal dan memastikan rencana mereka investasi bisa benar-benar terlaksana, dan kalau ada kendala bisa cepat diselesaikan,” kata dia.
Misal, PT Nestlé Indonesia, yang pada 2019 berkomitmen menanamkan modalnya sebesar 100 juta dolar AS untuk memperluas kapasitas produksi di tiga pabrik yang dimilikinya. Melalui rencana ekspansi tersebut, kapasitas produksi PT Nestlé di Indonesia bakal meningkat sebesar 25 persen dari 620 ribu ton menjadi 775 ribu ton per tahun.
PT Nestlé Indonesia merupakan anak perusahaan Nestlé S.A. selaku produsen mamin yang terkemuka di Vevey, Swiss. Saat ini, perseroan sudah mengoperasikan tiga pabrik di Indonesia, yaitu di Karawang, Jawa Barat untuk memproduksi cokelat malt Milo, susu bubuk, dan bubur bayi Cerelac.
Kemudian pabrik di Kejayan, Pasuruan, Jawa Timur, untuk memproduksi susu olahan dengan merek Dancow, Bear Brand, Carnation, dan Cap Nona. Sedangkan, pabrik di Panjang, Lampung, untuk mengolah kopi instan dan kopi mix dengan merek Nescafé.