Selasa 28 Jan 2020 17:02 WIB

BPS akan Gunakan Metode Pola Konsumsi untuk Hitung Inflasi

Selama ini penghitungan IHK masih menggunakan tahun dasar 2012.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto berpose untuk Republika saat ditemui di Kantor Badan Pusat Statistik, Jakarta, Selasa (7/1).
Foto: Thoudy Badai_Republika
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto berpose untuk Republika saat ditemui di Kantor Badan Pusat Statistik, Jakarta, Selasa (7/1).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi dengan pemutakhiran tahun dasar Indeks Harga Konsumen (IHK). Adapun penghitungan IHK mengacu classification of individual consumption according to purpose (COICOP) tahun dasar 2018.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan selama ini penghitungan IHK masih menggunakan tahun dasar 2012. “Karena pergeseran pola konsumsi masyarakat dari waktu ke waktu jadi tampilan inflasi menurut kelompok pengeluaran juga berubah,” saat acara Sosialisasi Permutakhiran Diagram Timbang Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Nilai Tukar Petani (NTP) di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (28/1).

Baca Juga

Suhariyanto merinci perubahan tampilan inflasi mencakup kota akan diperluas dari 82 kota menjadi 90 kota. Artinya, cakupan sampel juga akan meluas dari yang sebelumnya pada Tahun Dasar 2012 hanya 136.080 menjadi 141.600 rumah tangga. 

“Dengan diperluasnya cakupan sampel, akurasi data diharapkan juga akan meningkat,” ucapnya.

Kemudian paket komoditas juga mengalami perubahan, yakni dari 859 komoditas pada Tahun Dasar 2012 menjadi hanya 835 komoditas pada Tahun Dasar 2018. Kemudian BPS memasukkan 98 komoditas baru dan menghilangkan 101 komoditas, berdasarkan jenis barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat Indonesia.

"Tarif Puskesmas, biaya kirim surat, hingga handycam dan sebagainya kami keluarkan. Sebaliknya, kami masukkan komoditas baru seperti jasa penitipan anak, lampu led hemat energi dan aksesoris HP," ucapnya.

Suhariyanto menjelaskan inflasi menurut kelompok pengeluaran akan berubah dengan bertambahnya jumlah klasifikasi dari tujuh kelompok menjadi 11 kelompok. Sebelas kelompok yang dikategorikan penyumbang inflasi atau deflasi, yakni makanan minuman, tembakau; pakaian dan alas kaki; perumahan, air, listrik dan bahan bakar lainnya; perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga. Selanjutnya, kesehatan; transportasi; informasi, komunikasi dan jasa keuangan; rekreasi, olahraga dan budaya; pendidikan; penyediaan makanan dan minuman/restoran; serta perawatan pribadi dan jasa lainnya. Jika menurut komponen pembentuknya, tetap akan ditampilkan menurut inflasi inti, komponen bergejolak 'volatile' dan komponen adiministered price.

“Angka inflasi berpengaruh pada komponen daya beli konsumen rumah tangga menjadi komponen penting dari pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran. Inflasi juga banyak mendapat sorotan karena menjadi salah satu indikator asumsi APBN,” jelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement