EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Putu Juli Ardika, Indonesia bisa menjadi pelopor untuk mengembangkan kendaraan berbahan bakar gasolin yang ramah lingkungan. Proses penerapan bahan bakar B30 telah dilakukan pada 23 Desember 2019 lalu.
"Artinya, Indonesia telah siap mengusung penerapan Euro 4," ujar Putu di Jakarta, Senin (3/2).
Perbedaan antara bahan bakar fosil dan nabati, kata Putu, adalah pada kandungan sulfurnya. Pada bahan bakar fosil, ada sulfur yang menghasilkan asam sulfat atau H2SO4, yang membuat mesin menjadi korosi atau berkarat.
“Sementara, pada bahan bakar nabati itu sama sekali tidak ada kontamina sulfur, logam berat, tidak ada,” tutur Putu.
Artinya, dalam penerapan standard emisi 4, menurut Putu, hal yang harus diperbaiki bukan hanya dari segi teknologi mobilnya sendiri. Akan tetapi, kualitas bahan bakarnya juga harus diperbaiki.
Berdasarkan data Kemenperin, saat ini terdapat empat pabrikan kendaraan kurang dari 3,5 ton yang telah berpartisipasi dalam roadtest B30 pada periode Juni 2019 hingga Oktober 2019. Empat pabrikan kendaraan itu adalah Mitsubishi, Toyota, Nisan, dan DFSK. Lalu, tiga pabrikan dengan produk di atas 3,5 ton, antara lain Isuzu, Mitsubishi, dan UD Truck.
Hasil roadtest menunjukkan, sampel bahan bakar BO, B20, dan B30 yang digunakan pada uji jalan dapat memenuhi spesidikasi maupun usulan batasan. Di samping itu, berdasarkan uji pelumas dan uji rating menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan B20 dan B30, serta dapat memenuhi spesifikasi usulan batasan.
"Pemerintah menargetkan pada 7 April 2021, semua produk kendaraan sudah berstandar emisi Euro 4, ini tidak rumit seperti pada perpindahan ke Euro 2 lalu,” tutur Putu.