EKBIS.CO, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga pada kuartal keempat 2019 sebesar 4,97 persen (year on year/yoy). Angka ini merupakan laju terlambat sepanjang tahun.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, perlambatan terjadi karena penjualan eceran yang tumbuh melamabat menjadi 1,52 persen dari 4,73 persen pada periode yang sama di tahun sebelumnya. Di sisi lain, penjualan wholesale sepeda motor dan mobil penumpang masing-masing terkontraksi sebesar 5,60 persen dan 7,24 persen.
Suhariyanto menilai, perlambatan konsumsi rumah tangga patut diwaspadai sebagai titik awal penurunan daya beli masyarakat. "Tapi, kita tetap lihat nanti ke depannya dengan tetap memperhatikan komponen-komponennya yang bisa naik dan turun," tuturnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (5/2).
Berdasarkan data BPS, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tertinggi pada 2019 terjadi pada kuartal kedua, 5,18 persen. Sedangkan, pada kuartal pertama dan ketiga, pertumbuhannya adalah masing-masing 5,02 persen dan 5,01 persen.
Dengan kondisi tersebut, sepanjang 2019, pertumbuhannya adalah 5,04 persen, melambat dibandingkan 2018, 5,05 persen.
Kewaspadaan terhadap perlambatan konsumsi rumah tangga juga harus dilakukan mengingat selama ini, komponen tersebut memberikan andil terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Pada kuartal keempat 2019, sebesar 57,32 persen struktur PDB berasal dari komponen ini. Sedangkan, sepanjang 2019, peranannya mencapai 56,62 persen, lebih tinggi dari 2018, 55,76 persen.
Apabila dibedah, Suhariyanto mengatakan, fenomena lain yang juga mendukung perlambatan ini adalah nilai transaksi uang elektronik, kartu debit dan kartu kredit yang tumbuh melambat. Dari semula 13,81 persen pada kuartal keempat 2018 menjadi hanya 3,85 persen pada kuartal lalu.
Dari beberapa komponen konsumsi rumah tangga, Suhariyanto menuturkan, pakaian, alas kaki dan jasa perawatannya mengalami laju paling lambat. Pertumbuhan pada kuartal keempat 2019 adalah 3,76 persen dari 4,12 persen pada kuartal keempat 2018.
"Mungkin karena tren gayahidup yang bergeser, di mana banyak orang sudah tidak berganti baju sesering sebelum-sebelumnya," katanya.
Di sisi lain, Suhariyanto menjelaskan, masih ada komponen yang mengalami peningkatan bagus. Misalnya, volume penjualan listrik melalui PT PLN ke rumah tangga sebesar 6,8 persen dari semula 6,09 persen pada kuartal keempat 2018.
Selain konsumsi rumah tangga, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) pun melambat dari 6,64 persen pada 2018 menjadi 4,45 persen pada 2019. "Memang kurang menggembirakan," kata Suhariyanto.
Konsumsi pemerintah pun melambat dari 4,80 persen pada 2018 menjadi 3,25 persen pada tahun lalu. Perlambatan ini cukup curam karena adanya penurunan belanja barang dan jasa.
Di sisi lain, konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh positif dari 9,10 persen menjadi 10,62 persen. Suhariyanto menjelaskan, momentum pemilhan umum (pemilu) menjadi faktor utamanya.
Sementara itu, dua komponen pembentuk PDB lainnya, ekspor dan impor, mengalami kontraksi . Masing-masing tumbuh negatif 0,87 persen dan 7,69 persen pada tahun lalu.
"Kita masih punya PR (pekerjaan rumah) bagaimana bisa merancang kebijakan agar keduanya membaik, sehingga ekonomi defisit, mengingat perekonomian global masih lemah," kata Suhariyanto.
Secara umum, BPS mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2019 mencapai 5,02 persen. Angka ini mengalami perlambatan dibandingkan tiga tahun terakhir. Pada waktu 2016 hingga 2018, ekonomi mampu tumbuh masing-masing 5,03 persen, 5,05 persen dan 5,17 persen.