EKBIS.CO, JAKARTA -- Industri farmasi di Tanah Air saat ini masih bergantung pada impor bahan baku obat. Porsi impor tersebut mencapai 90 persen.
Maka setelah holding BUMN Farmasi dibentuk pada akhir Januari lalu, diharapkan porsi bahan baku impor obat turun menjadi 75 persen. "Target 2021, impor bisa turun dari 90 persen ke 75 persen. Kalau sampai nol impor susah, karena industri farmasi perlu kimia dasar, tapi kalau pemerintah bisa support mungkin suatu hari bisa sampai nol, entah kapan," ujar Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir kepada wartawan di Jakarta, Rabu (5/2).
Ia menjelaskan, tahun ini pengurangan impor bahan baku akan mulai dilakukan. Caranya dengan mengutamakan, bahan baku yang kebutuhannya paling tinggi.
"Kalau tahun ini baru operasi, mungkin penurunan (impornya) belum signifikan. Pada 2020, angkanya mungkin berkurang dua sanpai lima persen, lalu 2021 bisa turun 15 persen," tegasnya.
Honesti menyebutkan, selama ini sebanyak 60 persen impor bahan baku industri farmasi Indonesia berasal dari Cina. Sisanya atau sekitar 30 persen dari India.
Wabah virus corona yang tengah menyerang beberapa kota di Cina pun tidak membuat pelaku industri farmasi menghentikan impornya. "Sampai hari ini kita nggak menghentikan kebutuhan impornya tapi kita kurangi, lagi pula di sini bahan baku yang masuk nggak langsung kita gunakan. Nanti ada proses di-check lagi," jelas dia.
Direktur Utama Kimia Farma Verdi Budidarmo menambahkan, demi mengurangi beban impor, perusahaan sudah memiliki satu anak usaha baru. Anak usaha itu bertugas membuat bahan baku. "Dengan ini kita harap bisa tekan impor," ujarnya pada kesempatan serupa.