EKBIS.CO, JAKARTA -- BRI Syariah mencatatkan pertumbuhan bisnis yang signifikan di tahun 2019. Jumlah pembiayaan meningkat menjadi Rp 27,38 triliun, atau tumbuh 25,29 persen dibanding tahun 2018 sebesar Rp 21,86 triliun.
Segmen ritel yakni UKM, kemitraan, konsumer, dan mikro menjadi penyokong pertumbuhan pembiayaan BRI Syariah. Ketiganya tumbuh masing-masing sebesar 37,47 persen, 28,7 persen dan 26,09 persen.
Di segmen konsumer, peningkatan pesat pembiayaan ditopang oleh kinerja produk Griya Faedah dan KPR Sejahtera. Keduanya merupakan program Pemerintah atau dikenal dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Penyaluran Griya Faedah BRI Syariah telah mencapai Rp 3,59 triliun di tahun 2019, atau meningkat 18,55 persen dibandingkan posisi di tahun 2018 yang sebesar Rp 3,03 triliun. Sedangkan pembiayaan KPR Sejahtera meningkat menjadi Rp 2,93 triliun, atau tumbuh 37,79 persen dibanding posisi di tahun 2018 yang mencapai Rp 2,13 triliun.
Di sisi pembiayaan ritel SME dan Kemitraan, Qanun Lembaga Keuangan Syariah memberikan kontribusi positif. BRI Syariah mulai mengkonversi pembiayaan nasabah BRI di Aceh sejak bulan Juli 2019, dan semakin menunjukkan peningkatan pada akhir 2019.
"Sehingga di akhir tahun 2019 pembiayaan ritel SME Kemitraan mencatatkan pertumbuhan yang signifikan, mencapai 37,47 persen," kata Direktur Bisnis Ritel BRIsyariah, Fidri Arnaldy, dalam siaran pers.
Sementara di segmen mikro, digitalisasi proses bisnis juga menjadi cara BRIsyariah mengakselerasi pertumbuhannya. i-Kurma (Kemaslahatan Untuk Rakyat Madani) yang diluncurkan pada bulan November 2019 telah menunjukkan hasil, yaitu pertumbuhan pembiayaan mikro sebesar 26,09 persen.
Fidri mengatakan capaian ini tidak lepas dari berbagai strategi yang diterapkan manajemen di tahun 2019. Antara lain digitalisasi proses bisnis (i-Kurma), rekomposisi sumber daya manusia dari lini support ke lini bisnis, dan rekomposisi portofolio pembiayaan yang fokus pada core bisnis dan memiliki profil risiko rendah.
Tidak hanya berfokus pada pertumbuhan bisnis, perbaikan kualitas pembiayaan juga menjadi perhatian manajemen. NPF Nett sebesar 3,38 persen, membaik dari tahun sebelumnya sebesar 4,97 persen. Sementara Financing to Deposit Ratio (FDR) mencapai 80,12 persen, atau masih berada di level terjaga untuk likuiditas BRIsyariah.
"Kami sangat serius berupaya melakukan perbaikan kualitas pembiayaan," katanya.
Salah satu strateginya adalah monitoring pergerakan kualitas aktiva produktif harian secara terintegrasi. Selain itu, BRI Syariah juga melakukan penugasan Satuan Tugas khusus penyelesaian pembiayaan bermasalah di seluruh unit kerja cabang.
Sementara dana pihak ketiga (DPK) BRI Syariah tercatat sebesar Rp 34,12 triliun pada tahun 2019, atau meningkat sebesar 18,23 persen dari tahun 2018 yang sebesar Rp 28,86 triliun. Dana murah atau Current Account Savings Account (CASA) memiliki kontribusi tertinggi dalam peningkatan DPK, yaitu sebesar 53,43 persen.
"Tercatat CASA BRI Syariah mengalami peningkatan di tahun 2019 menjadi 44,21 persen yang sebelumnya pada tahun 2018 sebesar 34,07 persen," katanya.
Dengan kinerja tersebut, BRIsyasriah mencatatkan pertumbuhan aset sebesar 13,74 persen (yoy) pada tahun 2019 menjadi Rp 43,12 triliun dari Rp 37,87 triliun di tahun 2018. Serta peningkatakan laba operasional sebelum pencadangan tercatat sebesar Rp 972,18 miliar di tahun 2019, atau tumbuh 25,16 persen (yoy) dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 776,77 miliar di tahun 2018.
Di tahun 2020, BRIsyariah akan semakin meningkatkan digitalisasi bisnisnya. Setelah meluncurkan aplikasi i-Kurma, BRI Syariah akan terus mengembangkan digitalisasi proses bisnis untuk segmen lainnya.
"Digitalisasi dalam perbankan tidak bisa dielakkan, kami akan terus berkembang, agar dapat meraup peluang di pasar yang lebih luas," tutup Fidri.