EKBIS.CO, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menegur jajaran menterinya terkait peringkat Ease of Doing Bussiness (EODB) atau kemudahan berusaha yang masih jauh dari target. Pada 2019 lalu, Indonesia mentok di posisi ke-73, turun satu peringkat dari urutan ke-72 pada 2018. Padahal presiden sudah berkali-kali menyampaikan targetnya agar peringkat EODB bisa tembus ke posisi 40 besar.
Dalam rapat terbatas level menteri di Kantor Presiden, Rabu (12/2), Jokowi memandang bahwa Indonesia sebenarnya sudah melakukan lompatan yang cukup jauh. Pada 2014 lalu, rangking EODB Indonesia masih bertengger di angka 120. Selang lima tahun, Indonesia bisa mengejar ketertinggalan ke peringkat 73. Namun Jokowi yakin peringkat EODB Indonesia bisa lebih baik dari capaian saat ini.
"Tapi saya minta agar kita berada pada posisi 40. Dan untuk mengakselerasi EODB, saya tekankan beberapa hal pertama, fokus perbaiki indikator yang masih di atas 100. Dan juga indikator yang justru naik peringkat (memburuk)," ujar Jokowi.
Jokowi membeberkan, ada empat komponen EODB di Indonesia yang peringkatnya masih di atas 100. Keempatnya adalah 'starting bussiness' di peringkat 140, 'dealing with contruction permits' di peringkat 110, 'resgitering property di peringkat 106, dan 'trading across borders di peringkat 116.
"Tolong dilihat yang berhubungan dengan ini. Dan juga tolong diliat dua komponen yang sudah di bawah 100 tapi justru naik peringkat lagi (memburuk)," kata Jokowi.
Komponen 'getting credit' turun peringkat dari 44 ke posisi 48. Kemudian komponen 'resolving insolvency' tercatat merosot dari peringkat 36 ke 38.
"Sudah 36 kok naik lagi," kata presiden.
Jokowi menambahkan, Kementerian Koordinator Perekonomian bersama Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membuat dashboard monitoring agar perbaikan EODB bisa dipantau secara berkala. Dari seluruh komponen yang stagnan, Jokowi menggarisbawahi bahwa fokus perbaikan yang harus dikejar adalah prosedur dan waktu yang harus disederhanakan.
"Prosuder yang ruwet dan waktu yang masih panjang. Sebagai contoh, waktu terkait memulai usaha, di negara kita butuh 11 prosedur waktunya 13 hari. Bandingkan dengan Tiongkok, hanya 4 prosedur dan waktu hanya 9 hari. Kita harus lebuh baik dari mereka," kata Jokowi.
Presiden juga menekankan agar kemudahan berusaha tak hanya menyasar pelaku usaha menengah ke besar, namun juga pelaku UMKM.
Sebelumnya, Jokowi telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha pada 22 November 2019. Beleid ini terbit demi mempercepat kemudahan berusaha untuk mendorong peningkatan investasi, peningkatan pertumbuhan ekonomi, dan penyediaan lapangan kerja.