EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah saat ini sudah menyerahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Cipta Kerja (Ciptaker) ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam RUU Ciptaker tersebut juga mengatur kelangsungan dan kebutuhan binis penerbangan.
Pengamat penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati mengatakan akan ada beberapa sistem binis penerbangan yang berubah jika RUU tersebut disahkan nantinya. Omnibus Ciptaker akan mengubah beberapa pasal dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
"Sepertinya nanti sebelumnya ada beberapa kewenangan di Kementerian Perhubungan namun jadi beralih langsung ke pemerintah pusat," kata Arista kepada Republika.co.id, Selasa (18/2).
Dia menjelaskan salah satunya yang akan berubah terkait pengaturan tarif angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi. Arista mengatakan,s emula hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan namun nantinya akan diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden.
Meskipun begitu, Arista menilai hal tersebut terdapat sisi baik dan buruknya. Dengan adanya Peraturan Presiden paling tidak menurutnya akan lebih berkelanjutan dan legitimate sehingga industri penerbangan dapat lebih kuat.
Selain itu, dengan adanya perarturan poresiden maka ketentuan berlakukanya akan lebih pasti dan lebih lama. "Pengalaman kan gonjang ganjing tarif tiket pesawat 2019 itu dengan permenhub selama beberapa bulan bisa tiga kali revisi," ungkap Arista.
Hanya saja, sisi buruknya maka proses yang dilalui akan lebih lama karena harus melalui peraturan presiden. Menurutnya, pemerintah pusat akan meminta masukan dari banyak pihak terlebih dahulu sebelum memutuskannya.
Sebelumnya, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono mengklaim RUU Ciptaker telah mempertimbangkan prinsip-prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Untuk itu, Pemerintah Pusat akan segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) pelaksanaan RUU Ciptaker yang mengatur mengenai Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK).
Susiwijono mengatakan tujuan diterbitkannya PP agar terdapat standardisasi pelayanan penerbitan perizinan usaha oleh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Selain itu, kewenangan penerbitan perizinan berusaha juga ada di tangan pemerintah daerah, tetapi NSPK ditetapkan presiden.