EKBIS.CO, RIYADH -- Munculnya berbagai tekanan global, termasuk terjadinya Covid-19 (Corona Virus Disease 2019) mendorong negara-negara G20 untuk meningkatkan kerja sama. Dalam hal ini, Indonesia mengajak negara-negara G20 untuk terus mempererat kerja sama internasional.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mendukung agar otoritas global mengimplementasikan bauran kebijakan guna memperkuat pemulihan dan mendorong pertumbuhan ekonomi global. Negara-negara G20 juga sepakat memperkuat pemantauan terhadap risiko global, khususnya yang berasal dari Covid-19.
Selain itu mendorong peningkatan kewaspadaan terhadap berbagai potensi risiko tersebut. Otoritas global pun sepakat untuk mengimplementasikan respon bauran kebijakan yang efektif, baik dari sisi moneter, fiskal, maupun struktural.
Hal tersebut mengemuka dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20 yang dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, pada 22-23 Februari 2020 di Riyadh, Arab Saudi.
Di tengah prospek pertumbuhan ekonomi global yang meningkat moderat, potensi risiko masih relatif tinggi, termasuk ketegangan geopolitik, tensi perdagangan, dan ketidakpastian kebijakan. Arab Saudi yang menjadi Presidensi G20 pada 2020 mengusung tema besar presidensi “Realizing the Opportunity of the 21st Century”.
Hal ini dilatarbelakangi oleh pesatnya perkembangan teknologi yang telah mengubah tatanan perekonomian global menuju ekonomi dan keuangan digital. Namun demikian, dipandang belum optimal akses dan partisipasi masyarakat dalam perekonomian, khususnya kelompok muda, perempuan, dan UMKM.
Ini membutuhkan upaya untuk membuka akses dan kesempatan pada mereka dalam kegiatan perekonomian dan keuangan. Khususnya melalui pemanfaatan teknologi. Agenda Presidensi G20 Arab Saudi lainnya adalah pembukaan akses terhadap sumber pendanaan melalui pengembangan pasar modal domestik.
Selain itu, penguatan pengaturan dan pengawasan sektor keuangan di era ekonomi digital. Perry mendukung agenda Presidensi G20 Arab Saudi yang terkait pengembangan pasar modal domestik dan menggarisbawahi pentingnya resiliensi perekonomian sebagai fondasi pengembangan pasar modal domestik.
"Penting untuk meningkatkan basis investor domestik, memitigasi volatilitas aliran modal, dan menjaga integritas pasar modal untuk mencegah fraud dan menjaga kredibilitas," katanya, dikutip di siaran pers, Senin (24/2).
Di sektor keuangan, penguatan sistem keuangan melalui implementasi agenda reformasi sektor keuangan dan pemanfaatan teknologi menjadi fokus para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20. Terkait hal tersebut, G20 menyambut baik rencana Financial Stability Board (FSB), Committee on Payments and Market Infrastructure, dan Standard Setting Bodies (SSBs) lainnya.
Mereka menyusun peta jalan penguatan sistem pembayaran lintas negara (cross border payments). Juga mempersiapkan transisi suku bunga acuan dari London Interbank Offered Rate (LIBOR) yang akan dihentikan penggunaannya pada tahun 2021.
"Indonesia mendukung atas agenda Presidensi G20 Arab Saudi, khususnya terkait cross border payments dan transisi LIBOR," katanya.
Ia menyampaikan BI telah meluncurkan visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025 yang menjadikan cross border payments sebagai salah satu elemen penting. Termasuk mendukung partisipasi fintech dan digital payment services dalam mendorong cross border payments yang lebih efisien, aman dan murah.
Lebih lanjut, Bank Indonesia telah bekerja sama dengan otoritas terkait untuk mempersiapkan transisi LIBOR oleh perbankan di Indonesia. Ia menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam proses transisi tersebut.
Lebih lanjut, G20 di bawah Presidensi G20 Arab Saudi akan menyusun pedoman untuk meningkatkan inklusi keuangan secara digital kepada kelompok muda, perempuan, dan UMKM. Selain itu, pembahasan isu-isu penting lainnya di sektor keuangan masih berlanjut.
Seperti pengaturan dan pengawasan terkait global stablecoin (GSC), mengatasi fragmentasi pasar keuangan, meningkatkan ketahanan siber (cyber resilience), evaluasi dampak dari implementasi agenda reformasi di sektor keuangan, termasuk terhadap kondisi Too Big To Fail (TBTF).