EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) sedang menyelesaikan pembangunan pabrik Dimethyl Ether (DME) bersama PT Bukit Asam (PTBA). Namun, untuk bisa memproduksi DME sebagai subtitusi elpiji maka perusahaan perlu membangun empat pabrik lagi.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan untuk satu pabrik DME saja, Pertamina perlu menggelontorkan dana sebesar 2,5 miliar dolar AS. Kedepan, untuk bisa membangun empat pabrik lagi, maka perlu kebutuhan investasi mencapai 10 miliar dolar AS.
"Kami sudah berhitung. Untuk bisa membebaskan ketergantungan atas impor elpiji, maka perlu ada produksi DME yang besar. Nah, kita butuh empat lokasi lagi dengan satu lokasi satu pabrik berkapasitas satu juta ton DME," ujar Nicke di DPR, Selasa (25/2).
Nicke merinci saat ini pembangunan pabrik DME bersama PTBA sudah disepakati akan dibangun di Tanjung Enim. Nantinya, pabrik ini akan menyerap 6 juta ton batubara kalori rendah dan menghasilkan 4,1 juta metrik ton produk DME.
Nicke juga memastikan bahwa meski pembangunan pabrik ini membutuhkan biaya yang besar namun untuk jangka panjang pabrik ini sangat penting. "Hari ini juga ada impor elpiji, 70 persen dari impor. Angkanya 5 juta metrik ton per tahun. Nah dari batubara kalori rendah yang selama ini gak digunakan karena ada anjuran pemerintah untuk gak pakai batu bara kalori rendah di PLTU. Nah ini kita serap, DME bisa jadi impor subtitusi elpiji," papar Nicke.
Nicke juga memastikan bahwa proyek ini merupakan proyek yang tidak memberatkan perusahaan. Nicke menjelaskan perusahaan akan menyerap batubara kalori rendah produksi PT Bukit Asam dengan harga 20 dolar AS per ton.
"Kita sudah berhitung. Batubara rendah angka 20-21 dolar AS per ton, ini sudah masuk," ujar Nicke.
Direktur Utama PT Bukit Asam, Arviyan Arifin menjelaskan targetnya pembangunan pabrik DME ini bisa selesai pada 2023 awal. Perusahaan kemudian mentargetkan pabrik DME akan mulai beroperasi pada akhir 2023.
"Saat ini kami sedang menyelesaikan FEED dan EPC secara paralel," ujar Arviyan.
Total investasi untuk pengembangan gasifikasi ini adalah 3,2 miliar dolar AS, di mana Air Products bertindak sebagai investor di bisnis hulu dan hilir. “Hilirisasi ini sesuai dengan corporate tagline kami Beyond Coal di mana Bukit Asam mulai melakukan transformasi untuk memberikan nilai tambah batubara dengan mengolah menjadi produk akhir seperti DME, Methanol, dan MEG,” ujar Arviyan.