EKBIS.CO, JAKARTA – Pemerintah membuka opsi keterlibatan swasta dalam pengelolaan Badan Milik Negara (BMN) dan/ atau aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kebijakan ini ditentukan melalui Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2020 tentang Pembiayaan Infrastruktur Melalui Hak Pengelolaan Terbatas yang diundangkan pada 18 Februari.
Partisipasi badan usaha ini dapat menjadi tambahan sumber pendanaan untuk pembiayaan penyediaan infrastruktur oleh pemerintah. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata menjelaskan, rencana perluasan pengelolaan ini sebenarnya sudah lama disiapkan.
Latar belakangnya, pemerintah ingin membuat instrumen baru dalam mengumpulkan dana pembangunan infrastruktur. Khususnya infrastruktur yang memang sudah terbangun atau brownfield.
Isa menuturkan, keterlibatan badan usaha berkaca dari tren investor yang lebih banyak tertarik menyediakan dana dan mengelola aset brownfield dibandingkan proyek baru. Preferensi ini tidak selaras dengan kebutuhan pemerintah yang ingin membangun infrastruktur baru.
"Jadi tidak klop," ujarnya ketika ditemui akhir pekan kemarin.
Isa mengakui, tren investor untuk aset brownfield adalah hal yang dapat dipahami dan juga terjadi di luar negeri. Sebab, investor menginginkan kepastian lebih tinggi.
Tapi, ungkapnya, negara lain sudah memiliki ide untuk menengahi hal ini, yaitu sekuritisasi aset-aset yang memang sudah memiliki arus pendapatan positif.
Berdasarkan Perpres 32/2020, ada beberapa syarat BMN atau aset BUMN yang dapat dikelola badan usaha. Di antaranya telah beroperasi penuh paling kurang selama dua tahun dan memiliki umur manfaat aset infrastruktur paling sedikit selama 10 tahun.
Dana yang didapatkan di depan atau upfront money dari investor badan usaha pengelola aset itulah yang akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur baru.
Dalam pelaksanaan pengelolaan BMN atau aset BUMN, pemerintah akan menunjuk Badan Layanan Umum (BLU) yang di bawah Kementerian Keuangan sebagai penampung dana. BLU ini juga menyalurkan dana sebagai pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur baru.
Tapi, Isa menjelaskan, penunjukkan BLU masih dalam tahap pembicaraan. Ada dua opsi yang akan dilakukan, yakni membentuk BLU baru atau memanfaatkan BLU eksisting, dalam hal ini adalah Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).
Ada kelebihan dan kekurangan dari penunjukkan BLU baru atau memanfaatkan LMAN. Apabila menunjuk LMAN, maka mereka akan mendapatkan tugas baru yang lebih kompleks.
"Untuk pendanaan infrastuktur akan lebih kompleks dari beli tanah untuk proyek strategis nasional (PSN), dikhawatirkan efektivitas LMAN untuk optimalisasi aset negara berkurang." kata Isa.
Direktur Utama LMAN Rahayu Puspasari (Puspa) mengatakan, berkaca dari banyak negara, BMN dan aset BUMN yang paling banyak dioptimalkan adalah bandara. Menurut Perpres 32/2020, setidaknya ada sembilan BMN dan aset BUMN yang dapat digunakan di Indonesia. Di antaranya, infrastruktur jalan tol, sumber daya air, air minum dan ketenagalistrikan.
Melalui konsep pembagian pengelolaan dengan badan usaha, Puspa menjelaskan, ada banyak keuntungan yang didapatkan oleh pemerintah. Salah satunya, menjadi pemasukan secara periodik bagi pemerintah.
"Kemudian, peningkatan capital gain bagi aset negara," tuturnya.
Keuntungan lain, Puspa menambahkan, ada skema pembiayaan yang lebih fleksibel. Sebab, akan ada relaksasi insentif yang diberikan kepada badan usaha saat mereka mengelola BMN atau aset BUMN.