EKBIS.CO, MATARAM -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya meminta karbon kredit pembakaran gas metana sampah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok, Lombok Barat bisa dihitung. Hitungannya diharapkan asuk Sistem Registri Nasional. Menurut Siti, Mataram akan menjadi pionir karbon kredit dari sampah di Indonesia.
TPA Kebon Kongok menjalankan program JOSS yang memanfaatkan teknologi Refused Derived Fuel (RDF) untuk mengubah sampah menjadi pelet atau briket layaknya batu bara. Pembuatan pelet tersebut dikelola oleh masyarakat sekitar, dan menjadi bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang milik PT Indonesia Power yang berlokasi di Taman Ayu, Lombok Barat.
“Saya mau pesan kalau sudah berjalan, saya kira harus dilakukan pendaftaran pada Sistem Registri Nasional untuk emisi karbonnya, supaya ada prestasinya. Karbon dari sampah pertama nanti mulainya berarti dari Mataram, dari NTB,” ujar Siti saat meninjau program Jeranjang Olah Sampah Setempat (JOSS) di TPA Kebon Kongok, Lombok Barat, NTB, Ahad (8/3) lalu.
Menurut Siti, pengolahan sampah menjadi bahan bakar dengan teknik RDF bagus sekali. Hal ini lantaran mesinnya sederhana. Sementara, hasilnya bisa menjadi substitusi batubara untuk PLTU.
Secara nasional penanganan atau pengembangan energi baru terbarukan (EBT) sedang diintensifkan oleh Presiden Joko Widodo bersama menteri-menteri terkait. “Dan kita memang sudah harus mengawali itu karena emisi gas rumah kaca dari batubara dinilai seharusnya dikendalikan,” sebut dia.
Produksi sampah di Mataram mencapai 300 ton per hari. Sebanyak 30 ton diantaranya diproses menjadi pelet untuk bahan bakar PLTU.
Targetnya produksi pelet dapat ditingkatkan menjadi 100 ton, bahkan Gubernur NTB Zulkieflimansyah malah meminta 200 ton sampah dapat dioleh menjadi pelet.
“Saya kira ini contoh yang baik kami akan dorong terus dan kita akan mendukung. Nanti saya cari caranya bagaimana. Kalau perlu memang dibuatkan semacam kawasannya atau apalah,” ujar Siti.