EKBIS.CO, JAKARTA -- Penurunan cadangan devisa dinilai tidak perlu jadi polemik. Dari posisi akhir Februari 2020 ke akhir Maret 2020, posisi cadangan devisa turun drastis dari 130,4 miliar dolar AS menjadi 121,0 miliar dolar AS.
Kepala Ekonom BNI, Ryan Kiryanto menyampaikan penurunan tersebut sangat bisa dipahami dan dimaklumi. Sehingga tidak perlu dijadikan polemik yang tidak produktif.
Cadangan devisa digunakan untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan keperluan stabilisasi nilai tukar rupiah. Pandemi Covid-19 membuat sebagian pelaku pasar panik dan kehilangan rasionalitas.
"Namun tetap saja faktor utamanya adalah tekanan eksternal yang bertubi-tubi di sepanjang Maret lalu," katanya.
Eskalasi pandemi Covid-19 menembus lebih dari 200 negara secara cepat dan masif. Termasuk di negara-negara adidaya ekonomi seperti AS, Kanada, Jerman, Itali, Spanyol, dan Jepang.
Negara-negara tersebut, tambahnya, malah sudah mengambil sikap tegas dari kondisi darurat negara, karantina nasional hingga lockdown nasional. Kepanikan itu juga membuat terjadinya capital outflows oleh sebagian pelaku pasar untuk mencari alternatif instrumen safe heaven, baik dolar AS maupun emas.
Dalam perkembangan pekan ini, sudah terjadi pembalikan atau capital inflows karena kepanikan sudah mereda. Seiring dengan klarifikasi dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pekan lalu terkait Perppu dan relaksasi kebijakan oleh Kemenku, BI, OJK dan LPS.
"Kejelasan panduan kebijakan pemulihan ekonomi nasional ini mampu mengembalikan kepercayaan pasar," katanya.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mencegah penularan pandemi Covid-19 lebih lanjut. Maka, kata dia, sejatinya tidak menjadi soal serius dengan penurunan cadangan devisa yang berkisar 9 miliar dolar AS dalam sebulan lalu.
Stok cadangan devisa yang sebesar 121,0 miliar dolar AS dinilai masih dapat diandalkan untuk keperluan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7,0 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah. Dalam artian, masih berada di atas standar kecukupan internasional selama tiga bulan.
"Kita patut apresiasi langkah taktis BI yang selalu berada di pasar dan ahead the curve sehingga melemahnya kurs rupiah tidak berkelanjutan," katanya.
Ke depan, peningkatan cadangan devisa bisa mengandalkan penurunan impor yang dibarengi dengann peningkatan ekspor. Disamping dari penerbitan obligasi internasional atau global bond. Tak kalah pentingnya juga mengembalikan apresiasi kurs rupiah melalui jalur instrumen moneter yang dimiliki oleh BI.