EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah sedang mengkaji rencana penundaan iuran BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek untuk membantu dunia usaha menghadapi perlambatan aktivitas ekonomi sebagai dampak pandemi virus corona (Covid-19). Rencana ini diharapkan mampu menekan tingkat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ataupun jumlah pekerja yang terpaksa dirumahkan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, tahapan kajian saat ini sudah sampai pada meneliti beberapa regulasi yang melingkupi tugas dan fungsi BP Jamsostek. "Kami sedang review regulasi itu, kalau misalnya bisa ada penundaan. Tapi, masih dikaji di lintas kementerian," ujarnya saat Launching Kartu Prakerja melalui teleconference, Sabtu (11/4) malam.
Setidaknya ada tiga regulasi yang disebutkan Airlangga. Pertama, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. Kedua, PP Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.
Beleid hukum ketiga, PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua. Hanya saja, Airlangga masih belum menyebutkan poin mana yang sedang diteliti. "Pemerintah masih bahas PP yang melingkupi BP Jamsostek, yakni PP 44, 45 dan 46. Ini sedang diproses untuk diteliti," tuturnya.
Selain BP Jamsostek, Airlangga mengatakan, pemerintah juga membuka kemungkinan memberikan insentif terhadap iuran BPJS Kesehatan. Sebab, pandemi Covid-19 yang saat ini berlangsung sangat erat berkaitan dengan isu kesehatan. Artinya, apabila iuran peserta semakin lancar, maka semakin bagus pula perlindungan kepada pekerja yang berpotensi terdampak.
Insentif terhadap iuran BP Jamsostek dan BPJS Kesehatan sudah sempat disuarakan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani. Menurutnya, relaksasi berupa penundaan atau pemotongan besaran iuran dapat memperbaiki cashflow dunia usaha yang kini sedang tertekan.
Dengan insentif tersebut, dunia usaha dapat menekan potensi gelombang PHK. "Ini dilakukan agar perusahaan punya cukup dana untuk menggaji karyawan selama mungkin sampai kondisi berangsur normal," ujar Shinta ketika dihubungi Republika, Jumat (10/4).
Untuk upaya lain, Shinta menambahkan, perusahaan juga mengkaji kembali dan merevisi struktur pengeluaran perusahaan. Dari review ini, banyak aspek pengeluaran yang dapat dihilangkan atau setidaknya dipangkas.