EKBIS.CO, JAKARTA -- BUMN Pangan, Perum Bulog mengakui, harga gabah di level petani maupun beras di tingkat konsumen masih cukup tinggi meskipun telah memasuki masa puncak panen raya. Situasi itu perlu diwaspadai agar potensi gejolak harga beras hingga akhir tahun bisa diminimalisasi.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog, Tri Wahyudi Saleh, menuturkan, situasi perberasan nasional saat ini perlu dilihat secara cermat oleh semua pemangku kepentingan. Sebab, terjadinya panen raya seharusnya menurunkan harga gabah dan harga beras di level hilir.
"Banyak yang mempertanyakan, kok musim panen tapi harga beras naik? idealnya justru turun," kata Tri dalam Webinar Center for Indonesian Policy Studies, Rabu (15/4).
Pergerakan harga gabah kering panen (GKP) di petani, menurut laporan Kementerian Pertanian masih di atas dari Rp 4.500 per kilogram (kg). Harga itu masih di atas patokan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 4.200 per kg dengan syarat kualitas tertentu.
Sementara itu, harga beras di tingkat konsumen, terutama beras medium lebih dari Rp 10.000 per kg atau di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 9.450 per kg. "Harga memang melandai turun, tapi masih di atas HET. Ini yang perlu perhatian semuanya. Tim kami di lapangan sudah memantau bersama BPS dan BI," ujarnya.
Ia tidak menjelaskan lebih detail terkait penyebab tingginya harga gabah saat ini. Namun, khusus di tingkat konsumen, naiknya harga beras kemungkinan akibat tingginya permintaan. Bulog sendiri, kata dia, menerima banyak permintaan dari berbagai pemerintah daerah untuk kebutuhan masyarakat dalam penanganan wabah Covid-19.
"Jadi banyak permintaan. Pada saat suplai (gabah) tinggi, permintaan beras tinggi," kata dia.
Sesuai perkiraan Badan Pusat Statistik (BPS), puncak panen raya padi pertama jatuh pada bulan April 2020 atau mundur satu bulan dari dua tahun sebelumnya. Ia berharap, panen pada periode April hingga Mei cukup besar sehingga Bulog dapat mengoptimalkan penyerapan gabah dan pengadaan cadangan beras.
Kendati demikian, ia menjelaskan masih diperlukan antisipasi mengenai situasi iklim dalam negeri. Sesuai prediksi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG), musim kemarau panjang 2020 akan datang lebih cepat mulai akhir bulan ini. Dengan kata lain, perlu antisipasi agar situasi perberasan tetap aman di tengah musim kemarau panjang tahun ini.
Di sisi lain Tri mengatakan bahwa Thailand dan Vietnam sebagai produsen beras sudah memperingatkan adanya kenaikan harga dunia. Saat ini, rata-rata harga beras dunia sudah di atas 550 dolar per metrik ton. Sementara, Filipina sebagai produsen beras dunia juga memprioritaskan pasokan berasnya untuk pemenuhan dalam negeri.
Situasi itu menjadi peringatan bagi Indonesia untuk terus mengoptimalkan produksi beras dalam negeri. Bagi Bulog, lanjut dia, penyerapan gabah harus dilakukan sebanyak-banyaknya demi mengamankan penyediaan pasokan. Hanya saja, Bulog masih menemui kendala tingginya harga gabah di atas HPP sehingga sulit dalam melakukan pembelian.
"Yang jelas Bulog tetap komitmen untuk tahun ini kami punya target menyerap gabah setara beras sebanyak 1,4 juta ton. Stok kami di gudang juga masih cukup besar sekitar 1,4 juta ton," ujarnya.