EKBIS.CO, JAKARTA -- Perkembangan ekonomi digital di Indonesia sepertinya akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memprediksi nilai ekonomi digital di negeri ini bisa menyentuh angka 133 miliar dolar AS. Tentu saja prediksi tersebut keluar sebelum wabah corona atau Covid-19 menyergap dunia, termasuk Indonesia.
Meski begitu, perputaran ekonomi digital di Indonesia memang sepertinya tidak bakal terbendung lagi. Meski bakal mengalami perlambatan sebagai bentuk recovery setelah pandemi Covid-19, pada 2021 laju ekonomi digital sepertinya bakal menggeliat lagi.
Sebenarnya prediksi yang diutarakan Presiden Jokowi saat menghadiri Digital Economy Summit di SCBD Jakarta pada 27 Februari lalu, sangat masuk akal. Pasalnya tren ekonomi digital terus menanjak setiap tahunnya, seiring dengan penetrasi penggunaan internet yang kian masif di masyarakat. Pada 2015, misalnya, nilai ekonomi digital di Indonesia baru di angka delapan miliar dolar AS. Angka tersebut melonjak lima kali lipat menjadi 40 miliar dolar AS pada 2019.
Salah satu faktor meroketnya pangsa pasar ekonomi digital, menurut Jokowi, berkat banyak masyarakat yang memanfaatkan media sosial (medsos) maupun e-commerce untuk aktivitas jual beli barang. Penambahan nilai ekonomi digital seiring berkat masifnya penetrasi perusahaan rintisan (start-up) dalam menyasar konsumen, yang dapat dengan cepat menjadi bagian gaya hidup masyarakat sehari-hari. Tidak mengherankan, ekosistem perusahaan rintisan di Indonesia melesat hingga berada di urutan ke-5 di dunia, setelah Amerika Serikat, India, Inggris, dan Kanada.
Hingga Februari 2020, tercatat jumlah perusahaan rintisan di Indonesia mencapai 2.193 nama, yang satu perusahaan rintisan berstatus decacorn (Gojek) dan empat lainnya berstatus unicorn (Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, OVO). Pun hadirnya perusahaan rintisan juga memperluas akses penjualan bagi pebisnis, khususnya pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk ikut menikmati kue ekonomi dengan menjadi mitra. Seperti penjual makanan atau kue dan barang, bisa mendaftarkan usahanya di aplikasi Gojek maupun Grab agar pembelinya bisa datang dari mana-mana, asalkan memiliki aplikasi di ponsel pintar.
Saat membicarakan ekonomi digital dan perusahaan rintisan, tentu kita tidak boleh lupa dengan peran investor di dalamnya. East Ventures dapat dikatakan sebagai yang terdepan dalam menanamkan sahamnya di Indonesia, karena sudah beroperasi sejak 2009. Hingga kini, perusahaan sudah melakukan investasi di 170 perusahaan rintisan di Asia Tenggara, yang 130 di antaranya lahir dan beroperasi di Indonesia.
Titik nol
East Ventures merupakan salah satu modal ventura yang memiliki rekam jejak teruji dan konsisten memberikan IRR (Internal Rate of Return) yang tinggi. Tengok saja, East Ventures bekerja bersama para pendiri perusahaan rintisan untuk membangun ekosistem digital Indonesia mulai dari titik nol atau sejak hari pertama. Melihat peluang sejak awal, perusahaan meneguhkan diri sebagai pemodal ventura pertama yang berinvestasi di dua unicorn, yaitu Tokopedia dan Traveloka.
East Ventures juga memiliki portofolio yang menyediakan platform teknologi bagi usaha kecil dan menengah (UKM) agar dapat berkembang, seperti Mekari (akuntansi, pajak, dan pembayaran gaji), Moka (point-of-sale), CoHive (co-working), retail jenis baru seperti Warung Pintar (FMCG) dan Fore Coffee (on-demand coffee chain), serta sektor transformasi digital seperti Advotics (analisis rantai pasok) dan Nodeflux (computer vision dan artificial intelligence).
Co-founder and Managing Partner East Ventures, Willson Cuaca menjelaskan, Indonesia adalah pasar digital terbesar di Asia Tenggara, yang berkontribusi terhadap 40 persen dari ekonomi internet di regional. Industri digital Indonesia juga melahirkan lebih banyak unicorn dibanding negara lain di Asia Tenggara. Dalam menarik uang investor, sambung dia, Indonesia menempati peringkat kedua setelah Singapura berkat faktor pangsa pasar yang sangat besar. Sehingga perusahaan dari negara lain sulit meraih status unicorn tanpa hadir di Indonesia.
Willson menuturkan, perusahaan rintisan dapat berkembang pesat lantaran industri digital menekankan perekonomian berbasis penguasaan teknologi dan pengetahuan (knowledge based economy), bukan bertumpu pada penguasaan aset. Karena itu, pengusaha lokal dalam merintis perusahaan biasanya membangun di atas fondasi ekonomi digital Indonesia, yaitu kecepatan adaptasi penduduk Tanah Air dengan aplikasi mobile.
Saat ini, tercatat ada sekitar 171 juta pengguna internet dari sekitar 260 juta penduduk atau terjadi penambahan 140 juta pada periode 2009-2019. Pun hampir dari mereka semua mengenal dunia maya melalui ponsel dan mengunduh aplikasi, yang memicu lahirnya berbagai perusahaan rintisan. Mengacu East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) atau alat untuk mengukur daya saing digital terhadap sembilan pilar, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) mendapatkan nilai tertinggi, menandakan Indonesia tergolong paling siap dalam ekonomi digital.
Hal itu menunjukkan dengan kemajuan digital, persaingan di pasar kerja lebih kompetitif dan pekerja terampil dapat lebih unggul. Pasalnya dalam tiga tahun terakhir (2016-2019), porsi tenaga terampil dan profesional tercatat meningkat hampir di semua sektor lapangan usaha yang terkait digital. "Dengan melibatkan mereka ke dalam perekonomian digital, Indonesia bisa mengubah bonus demografi menjadi dividen demografi. Mengubah potensi menjadi realisasi," ucap Willson menjelaskan.
Dukung perekonomian Indonesia
Riset yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) pada 2019 membuktikan, Tokopedia memberikan pengaruh besar untuk perekonomian Indonesia. Tokopedia merupakan salah satu perusahaan rintisan yang mendapat suntikan modal dari East Venture. Kehadiran unicorn yang digawangi William Tanuwijaya tersebut sangat berkontribui terhadap perekonomian Indonesia, yang tak lepas dari sumbangan lapangan kerja yang berhasil diciptakan.
Menurut riset itu, total transaksi yang dibubukan Tokopedia menembus angka Rp 73 triliun. Sepanjang 2019, nilai transaksi diproyeksikan mencapai Rp 222 triliun atau setara dengan 1,5 persen perekonomian Indonesia, meski angka resminya belum diumumkan. Sepanjang 2018, Tokopedia juga berhasil menciptakan 857 ribu lapangan kerja baru, yang berasal dari penjual aktif Tokopedia yang berada Aceh sampai Papua. Jumlah tersebut setara dengan 10,3 persen dari total lapangan pekerjaan baru untuk Indonesia pada 2018. Bahkan, Wakil Direktur LPEM FEB UI, Kiki Verico, sebanyak 309 ribu di antaranya bahkan menjadikan Tokopedia sebagai sumber penghasilan utama.
Dengan jumlah 90 juta pengguna aktif alias satu dari tiga masyarakat Indonesia sudah mengunjungi Tokopedia setiap bulannya. Pada 2018, tercatat sebanyak lima juta pengguna yang berperan sebagai penjual. Kemudian pada 2019, populasi penjual naik menjadi 6,4 juta. Para penjual di Tokopedia sebesar 86,55 persen merupakan pedagang baru, dan 94 persen termasuk dalam kategori ultra mikro (omzet pejualan di bawah Rp 100 juta per tahun).
Dari riset LPEM FEB UI juga menunjukkan, pelaku UMKM yang berasal dari daerah atau luar Jawa bisa membeli bahan baku lebih murah. Di antaranya, Bengkulu (54,5 persen), Sulawesi Tenggara (53,85 persen), Gorontalo (46,15 persen), Nusa Tenggara Barat (46,15 persen), dan Maluku (45,45 persen). “Dari hasil riset kami, populasi pengguna menyatakan Tokopedia membuat harga 21 persen lebih murah. Tidak hanya itu, Tokopedia juga membuat 79 persen pembeli menjadi lebih paham tentang produk investasi digital,” ucap Kiki kala itu.
Mengacu hal tersebut tidak salah jika Pemerintah Indonesia berniat menggencarkan pembangunan infrastruktur guna memperbesar ekosistem ekonomi digital. Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate menjelaskan, Indonesia diproyeksikan menjadi negara dengan ekonomi digital terbesar ke-9 di dunia pada 2030. Pasalnya, Indonesia sudah menjadi salah satu dari 16 negara dengan PDB terbesar di dunia. Saat ini, kata dia, ada 171,2 juta orang yang aktif menggunakan internet dan 355,5 juta langganan seluler, serta 26 juta UKM yang diproyeksikan go online pada 2022.
Johnny mengatakan, Indonesia memiliki pasar digital yang sangat luas sehingga diproyeksikan menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi, baik secara regional maupun global. Hingga saat ini, sambung dia, Indonesia telah memiliki satu decacorn dan empat unicorn. Selain itu, setidaknya delapan perusahaan rintisan siap menjadi unicorn berikutnya. Menurut dia, perusahaan-perusahaan tersebut tumbuh luar biasa menjadi entitas bisnis berpengaruh yang menghasilkan lapangan kerja dan peluang ekonomi bagi masyarakat dan pengusaha.