EKBIS.CO, BANDUNG – Sejumlah pengamat ekonomi mengingatkan merger Bank BJB (BJBR) dan Bank Banten (BEKS) tidak dilakukan tergesa-gesa. Estimasinya, untuk bisa sampai ke tahap merger kedua bank tersebut akan memakan waktu hingga tiga bulan ke depan.
Pengamat Ekonomi asal Jabar Tubagus Raditya menilai, sebaiknya setiap pihak menahan diri untuk melakukan merger. Sebab, tutur dia, saat ini Bank BJB masih melakukan tahapan persiapan due diligence (uji kelayakan) selama dua hingga tiga bulan ke depan.
“Jangan terlalu dini membicarakan proses merger, karena kurang tepat sehingga akan mengganggu harga saham Bank BJB,’’ kata Didit, panggilan akrab Raditya, Selasa (5/5). Saat ini, imbuh dia, pembahasan yang tepat yaitu menindaklanjuti letter of intent (LOI). Hingga sampai ke keputusan merger, tutur dia, diestimasi bisa memakan waktu hingga tiga bulan ke depan.
Didit mengatakan, proses persiapan due diligence yang akan dilakukan harus berjalan secara cermat, rinci, dan transparan. Serta, imbuh dia, dilakukan oleh perusahaan atau institusi yang kredibel. Dengan demikian, ungkap dia, ketika hasil due diligence itu dibawa ke Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), akan menghasilkan keputusan atau kesepakatan yang tepat dan menguntungkan kedua belah.
Sebaliknya, sambung Didit, apabila hasil due diligence itu tidak menguntungkan Bank BJB, maka opsi yang tepat adalah akuisisi, bukan merger. ‘’Kalau memang ternyata entitasnya sama, yaitu sama-sama untung, maka bisa merger," tambahnya.
Menurut Didit, isu merger yang tengah merebak di masyarakat saat ini, bisa berdampak buruk terhadap pedagangan saham Bank BJB. Oleh karena itu, semua pihak harus menanggapi isu tersebut dengan bijak, agar tidak memberikan efek buruk terhadap harga saham Bank BJB.
‘’Harga saham Bank BJB semenjak tanggal 21 April berada di angka Rp 940, lalu turun di Rp935, lalu naik lagi Rp 945. Nah sekarang itu terus turun sampai 30 April di Rp 805. Ini yang harus kita jaga. Jangan sampai isu merger ini menjadi tekanan terhadap harga saham Bank BJB di bursa,” ungkapnya.
Sementara Dosen Ekonomi dan Pasar Modal Universitas Langlangbuana Asep Saepudin menjelaskan, saat ini Bank BJB memang memerlukan pertumbuhan, termasuk pertumbuhan non-organik, antara lain melalui akuisisi ataupun merger dengan bank lain. Namun, tegas dia, menggabungkan atau akuisisinya harus dengan bank yang sehat.
‘’Sehingga dalam jangka pendek memberikan pengaruh yang positif terhadap bank bjb,’’ imbuhnya. Asep menuturkan, ketika bank yang dimergerkan dalam kondisi tidak terlalu sehat, seperti Bank Banten, tentu memberikan tantangan dan pekerjaan rumah bagi Bank BJB untuk membenahinya.
‘’Untuk jangka panjang tentu bagus untuk Bank BJB. Terlebih pasar yang dibawa Bank Banten jelas dan terspesifikasi,’’ sebutnya. Menurut dia, dalam jangka panjang Bank BJB hanya perlu pembenahan untuk unitnya di wilayah atau cabang-cabang yang dimiliki Bank Banten.
Asep menjelaskan, penggabungan Bank Banten ke Bank BJB merupakan solusi yang paling baik. Kata dia, bagi bank cukup bagus untuk pertumbuhan jangka panjangnya. Selain itu, harapan langkah tersebut agar Bank Banten selamat dari missmanagement yang terjadi selama ini.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera memproses permohonan rencana penggabungan usaha BEKS ke dalam BJBR. Rencana itu telah dituangkan dalam Letter of Intent (LOI) yang ditandatangani Gubernur Banten Wahidin Halim selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir Bank Banten dan Gubernur Jabar Ridwan Kamil selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir Bank BJB 23 April 2020.