EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah menyatakan pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun ini hanya 2,97 persen. Ini memberikan perspektif tambahan bahwa Covid-19 sangat berdampak drastis pada perekonomian dari sisi permintaan konsumsi masyarakat.
“Pertumbuhan di kuartal pertama di bawah perkiraan yang kami sampaikan forecast 4,5-4,7 persen dan ternyata meleset cukup besar,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Jumat.
Dia mengatakan konsumsi masyarakat sangat terpukul terutama pada jasa transportasi dan belanja pada sektor konsumsi non-esensial.
“Penurunan sangat besar walau Covid-19 baru terjadi di Maret. Kita waspada situasi kuarta pertama berkembang di kuartal kedua,” kata dia.
Menteri Sri Mulyani mengatakan konsumsi masyarakat pada kuartal pertama yang hanya 2,84 persen jauh lebih rendah dari rata-rata 5 persen, serta diprediksi akan memburuk pada kuartal kedua karena pada April dan Mei di berbagai daerah terjadi pembatasan sosial sehingga membuat belanja mengalami penurunan yang signifikan.
Dia mengatakan sektor yang paling terdampak adalah jasa transportasi, produk makanan dan minuman juga mulai terdampak, serta pakaian dan alas kaki mengalami penurunan besar, sementara sektor kesehatan masih mengalami pertumbuhan positif.
“Strategi pemerintah, masyarakat kelompok bawah tidak boleh tidak dapat dukungan. Jadi dalam hal ini kita lakukan bansos hampir 60 persen dari masyarakat,” tambah Menteri Sri Mulyani.
Dia mengatakan pemerintah berupaya agar perkembangan kasus Covid-19 bisa terjaga dan jumlah pasien bisa mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadi langka-langkah relaksasi dari denyut perekonomian sehingga bisa kembali pulih.
“Kalau kasus meningkat, maka dampak terhadap konsumsi tidak bisa dihindarkan, makanya bansos harus ekspansi,” ujar Menteri Sri Mulyani.
Akan tetapi, dia mengatakan jumlah bansos yang mencapai Rp65 triliun tidak bisa menyubstitusi potensi konsumsi masyarakat yang hilang, sehingga konsumsi pada kuartal kedua masih akan tertekan.
“Baseline tekanan Covid-19 pada perekonomian dengan pertumbuhan 2020 sebesar 2,3 persen apabila konsumsi bisa tumbuh positif. Tapi ekonomi bisa lebih buruk tumbuh 0,5 persen dengan pertumbuhan konsumsi nyaris 0 persen dalam 3 kuartal,” tambah dia.
Selain itu, Menteri Sri Mulyani mengatakan beberapa hal lain yang perlu diwaspadai adalah level inflasi yang pada satu sisi bagus karena terjaga rendah, namun menggambarkan turunnya permintaan akibat PSBB dan ada pukulan pada sektor pasokan dan permintaan.
Kemudian, nilai tukar rupiah yang saat ini menguat juga perlu diwaspadai karena secara year to date masih mengalami depresiasi 8,9 persen.
“Tapi dibandingkan dengan volatilitas pada Maret, di April ini sudah mulai menemukan perspektif baru, meskipun tidak boleh underestimate gejolak masih mungkin terjadi,” jelas Menteri Sri Mulyani.
Dia juga mengatakan harga minyak saat ini masih sulit diprediksi dengan harga pada akhir periode April sebesar USD22,6 per barel.
Oleh karena itu, dengan perkembangan yang ada pada kuartal pertama, pemerintah tetap menggunakan batasan dasar defisit APBN 2020 sebesar 5,07 persen dari PDB atau Rp852,9 triliun, lebih besar dari desain awal APBN 2020 yang sebesar 1,76 persen PDB.