Senin 11 May 2020 14:43 WIB

OJK Tunjuk Bank BUMN dan Swasta Jadi Penyangga Likuiditas

Bank jangkar akan mendapat likuiditas dari hasil penerbitan SBN yang dibeli oleh BI.

Red: Friska Yolandha
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) didampingin Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menunjuk beberapa bank BUMN atau Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) dan bank swasta untuk menjadi bank penyangga likuiditas.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) didampingin Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menunjuk beberapa bank BUMN atau Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) dan bank swasta untuk menjadi bank penyangga likuiditas.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menunjuk beberapa bank BUMN atau Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) dan bank swasta untuk menjadi bank penyangga likuiditas. Nantinya bank penyangga atau disebut bank anchor (bank jangkar) akan menerima bantuan likuiditas dari pemerintah yang selanjutnya disalurkan ke bank lainnya yang membutuhkan.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan bank jangkar akan menjadi pemasok utama di Pasar Utang Antar Bank (PUAB). Nantinya Bank Jangkar akan mendapat likuiditas dari hasil penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) pemerintah yang dibeli oleh Bank Indonesia.

Baca Juga

“Bank jangkar yang akan menjadi channeling dana yang telah disiapkan oleh Kementerian dari penjualan SBN ke BI, sehingga tanggung jawab tetap ada di bank yang akan menyelesaikan kredit yang direstrukturisasi,” ujarnya saat video conference KSSK di Jakarta, Senin (11/5).

Menurutnya kebijakan tersebut sejalan dengan Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 terkait restrukturisasi kredit. Para nasabah yang menunggak pokok dan bunga dapat dikategorikan lancar.

“Bisa dilihat dari pembayaran sebelum Covid-19 lancar atau tidak, sehingga relaksasi sementara dengan restrukturisasi dalam kategori lancar itu justified. Jadi NPL lebih banyak berasal dari debitur yang sebelumnya ada COVID sudah NPL,” jelasnya.

Namun Wimboh masih enggan menyebutkan detail bank BUMN dan bank swasta mana saja yang akan ditunjuk sebagai bank jangkar tersebut. Skema penyalurannya pun belum dipaparkan secara jelas. 

"Akan kami bahas nanti. Apakah bank penyuplai utama? Yang jelas selama ini adalah Himbara, swasta ada, masih kami lakukan terus,” ucapnya.

Pada Maret 2020, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 21,72 persen. Angka ini dinilai masih cukup tinggi, meskipun turun dibandingkan Desember 2019 yang mencapai 23,31 persen.

Sedangkan risiko kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) gross masih terjaga di 2,77 persen, meskipun meningkat dibandingkan Desember 2019 sebesar 2,53 persen. Sektor pendorong kenaikan NPL adalah sektor transportasi, pengolahan, perdagangan dan rumah tangga.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement