EKBIS.CO, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 menjadi momentum membangkitkan sektor komoditas hortikultura. Pasalnya, tingkat konsumsi buah-buahan dan sayuran saat ini menjadi prioritas. Masyarakat semakin sadar akan manfaat buah dan sayur yang banyak mengandung vitamin, guna meningkatkan daya imun tubuh.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo tetap optimistis bahwa komoditas pertanian Indonesia bisa tetap stabil. Bahkan sejak diumumkan pertamakali adanya kasus infeksi Covid-19 pada awal Maret 2020 lalu, komoditas hortikultura khususnya permintaan sayur dan buah segar mengalami peningkatan.
“Kita harus dapat menjaga stamina dan daya tahan tubuh dari infeksi Covid-19 dengan mengkonsumsi sayur dan buah lokal,“ ujar Mentan Syahrul. Ditengah pandemi saat ini permintaan di sektor hortikultura khususnya untuk produk buah dan sayur justru makin meningkat.
Dengan demikian pasar domestik tetap berjalan meski terjadi perubahan ekonomi global. Kondisi ini jelas menjadi peluang bisnis tersendiri.
“Ini namanya era new normal di mana gaya hidup social distancing. Social distancing akan terus ada selama vaksin belum ada. Lalu masyarakat berkeinginan untuk mengimboost immunity. Selain itu Perasaan selalu berasa di rumah menyamankan. Online shopping menjadi hal yang tetap berlangsung, “ ujar Pakar Hortikultura IPB University, Prof Sobir saat video konferensi bertajuk Bisnis Hortikultura Pasca Covid 19, Selasa (12/5).
Pemenuhan boost imunity inilah yang menjadi peluang bisnis hortikultura. Dalam rangka pembatasan social yang diterapkan pemerintah inilah bisnis online shopping bergerak lincah.
Adanya keinginan untuk kehidupan yang lebih baik inilah masyarakat berupaya untuk menyediakan gizi yang lebih baik demi menjaga kesehatan. “Bisnis hortikultura dapat mendatangkan pendapatan tiga lipat lebih besar ketimbang padi. Jika masyarakat tetap focus untuk boosting immunity, maka bisnis hortikultura tentunya meningkatkan pendapatan,” beber dia.
Sobir memaparkan bahwa bisnis hortikultura menyerap banyak tenaga kerja. Di negara maju penurunan tenaga kerja pada hortikultura bisa 30 persen sementara padi hanya 8 persen.
“Pada saat normal nanti hortikultura berfungsi sebagai penggerak ekonomi baru untuk menjaga kesehatan dan keamanan pangan,” papar Sobir.
Potensi peningkatan pendapatan dan tenaga kerja sangat besar dalam komoditas hortikultura. Meski banyak kehilangan pendapatan tapi bagi yang memiliki kemampuan manajerial disertai SDM yang mumpuni, bisa digunakan di bidang hortikultura. Bahkan, tambah Sobir, masyarakat yang menjadi working form home membutuhkan kenyamanan, dengan demikian bisnis florikultura bisa ditingkatkan dari sini. Selain itu tidak adanya impor yang masuk dapat meningkatakan potensi pasar dalam negeri.
“Pasar ditutup, distribusi terganggu. Artinya kita bisa membuka rantai pasar yang baru. Pedagang kecil penyedia, pengusaha masuk ke dalam. Sortasi dan grading jangan di petani. Hanya petani fokus di produksi. Integrasikan petani-petani kecil, kumpulkan menjadi satu sistem. Yang kecil masuk ke organisasi yang lebih besar lalu masuk ke market place. Produsen bisa masuk dan ciptakan peluang-peluang yang baru,” lanjutnya.
Sebenarnya kebijakan untuk mendukung bisnis hortikultura sudah dirancang dan diberikan pemerintah. Dalam jangka pendek ada transformasi program ke jaminan pemenuhan hortikultura yang masuk ke dalam komoditas strategis mencakup penyediaan benih dan membantu pemasaran.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto memaparkan terkait pasokan, Ditjen Hortikultura sudah memiliki Early Warning System untuk penyediaan pasokan. Pengembangan daya saing seperti program ‘Gedor Horti’ tetap dilakukan.
“Seperti pengembangan one region, one variety, “ujar dia.
Dipaparkan Prihasto, Kementerian Pertanian (Kementan) dalam masa pandemic Covid 19 ini melakukan refocusing anggaran untuk bantuan sosial. Kementan di bawah komando Syahrul Yasin Limpo itu berupaya melakukan penyediaan bahan pangan secara cepat.
Ada tiga agenda Menteri Pertanian. Di antaranya, agenda SOS pada periode Mei – Agustus 2020 di mana 11 kebutuhan bahan pokok harus tersedia. Khusus komoditas hortikultura yang terdiri dari bawang dan cabai jangan sampai berkurang.
“Kemudian bagaimana menyerap cabai apabila harga jatuh. Selain itu juga membantu aspek distribusi, dari daerah surplus ke daerah minus,” tutur Prihasto.
Adapun refocusing anggaran bertujuan untuk bantuan social. Agenda temporary berikutnya dimulai pada Agustus 2020 hingga Agustus 2021. Di masa ini Kementan berupaya menyerap tenaga pengangguran untuk beralih ke aktifitas tanam.
“Kami menyiapkan anggaran untuk membeli benih hortikultura. Bantuan benih berikutnya untuk membantu agar saudara-saudara yang pengangguran dapat beraktifitas kembali. Kami juga menyediakan benih bagi petani teruatama mengantisipasi musim kemarau Juni nanti,” lanjut pria yang akrab dipanggil Anton ini.
Era Pemasaran Digital
Distribusi produk hortikultura dari sentra produksi kepada konsumen dapat didukung dengan sistem pemasaran digital, yang dikembangkan berbasis data management yang baik. Ini didorong oleh adanya kebiasaan social distancing yang menuntut perubahan rantai pasar, seperti lebih banyak melalui market place.
Pada masa Covid, pemasaran kepada segmen rumah tangga melalui jalur ini naik sampai 300%. Pemasaran produk hortikultura ke depan sebaiknya dalam kemasan satu paket, untuk meminimalisir sampah dan memudahkan pengolahan untuk dimasak.
“Efek dari Covid 19, saya rasa business as usual, supply kami tidak ada masalah. Petani berproduksi seperti biasa, bahkan permintaan bertambah. Kami menghubungkan antar petani. Mudah-mudahan ketika normal nantinya satu petani berhubungan dengan 1 konsumen. Food secutiry terkontrol, produk yang diterima fresh,” ujar pemilik PT 8 Villages, Sanny Gaddafi.
Dukungan secara lebih luas dari berbagai pemangku kepentingan tetap diperlukan untuk pengembangan hortikultura, mulai dari penyediaan informasi peluang bisnis; penyediaan lahan, sarana produksi, stimulus modal usaha sampai ke jejaring pasar.