EKBIS.CO, JAKARTA--Peran OJK dalam pemulihan ekonomi nasional sangat penting Jumat (15/5), berikut ini penjelasannya.
1. Seiring dengan pandemi covid 19 dan penurunan aktivitas perekonomian yang belum berakhir hingga saat ini, terdapat potensi tekanan likuiditas yang akan mengancam stabilitas sektor jasa keuangan apabila tidak dilakukan intervensi lebih dini. Upaya pencegahan agar sektor jasa keuangan menjadi bagian penting memitigasi ancaman krisis.
2. Untuk itu, OJK mendukung :
- Diundangkannya Perpu No. 1 Tahun 2020 menjadi Undang-Undang sehingga dapat memberikan landasan hukum untuk menjalankan langkah-langkah antisipatif dan luar biasa (extraordinary measures) agar pemburukan tidak mengancam stabilitas sistem keuangan (SSK).
- Begitu juga telah diterbitkanya PP No.23/2020 mengenai Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
3. Beberapa peran OJK dalam program pemulihan ekonomi nasional, diantaranya:
1) Memberi nafas bagi sektor riil dan informal untuk dapat bertahan di masa pandemic covid-19 melalui relaksasi restrukturisasi kredit/pembiayaan.
2) Memberikan relaksasi bagi industri jasa keuangan melalui tidak dibebaninya tanbahan cadangan kerugian kredit bermaslah dengan:
- Relaksasi penetapan kualitas kredit/pembiayaan terdampak Covid-19 didasarkan hanya faktor ketepatan membayar.
- Relaksasi penetapan kualitas kredit/pembiayaan langsung menjadi lancar untuk debitur yang direstrukturisasi akibat Covid-19.
3) Mendukung program pemberian subsidi bunga bagi UMKM dan Sektor Informal dengan memberikan informasi dalam rangka pelaksanaan pemberian subsidi bunga melalui pemanfaatan SLIK.
4) Mendukung program penyediaan ruang likuiditas yang memadai untuk menopang kebutuhan Likuiditas dalam menjalankan kebijakan Pemerintah dalam memberikan stimulus bagi sektor riil bersama Pemerintah dan Bank Indonesia.
Kebijakan OJK terkait Restrukturisasi dan Implementasinya
4. Perkembangan implementasi kebijakan stimulus perekonomian pada masa pandemi :
a. Di Perbankan,
- Diperkirakan sebanyak 102 bank memiliki potensi melaksanakan restrukturisasi dengan potensi debitur 7,8 juta dan outstanding kredit sebanyak Rp 1.114,5 triliun.
- Realisasi hingga 4 Mei 2020, 88 Bank telah melaksanakan restrukturisasi dengan jumlah debitur yang di restruktur sebanyak 3,9 juta (3,4 juta UMKM) dan outstanding kredit sebesar Rp336,9 triliun (Rp 167,1 triliun adalah UMKM).
b. Sementara untuk perusahaan pembiayaan, sampai dengan 12 Mei:
- Dari 183 Perusahaan, 180 Perusahaan telah menerima permohonan restrukturisasi dan menyampaikan laporannya kepada OJK terkait pelaksanaan program restrukturisasi.
- Jumlah kontrak restrukturisasi yang disetujui sebanyak 1.484.768 kontrak dengan nilai Rp44,61 T. Sementara 658.222 kontrak sedang dalam proses.
5. Kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit/pembiayaan tersebut tidak hanya memberikan insentif baik bagi debitur dengan mendapat keringanan dalam membayar kewajibannya disesuaikan dengan kapasitasnya, tetapi juga memberikan relaksasi bagi perbankan dan perusahaan pembiayaan.
6. Bank maupun perusahaan pembiayaan tidak terbebani dalam membuat tambahan cadangan kredit karena kredit yang telah direstrukturisasi dapat langsung dikategorikan lancar. Dengan demikian diharapkan tidak menggerus modal.
Kebijakan Subsidi Bunga oleh Pemerintah
7. OJK bekerjasama dan mendukung perluasan kebijakan stimulus Pemerintah untuk UMKM dengan memberikan subsidi bunga bagi UMKM, dengan skema masing- masing:
a. Penerima KUR, berupa subsidi bunga sebesar 6 persen di 3 bulan pertama dan 3 persen di 3 bulan berikutnya.
b. Debitur Kredit Ultra Mikro (UMi), Mekaar, dan Pegadaian, berupa subsidi bunga sebesar 6 persen selama 6 bulan.
c. Debitur UMKM di Bank, BPR dan Perusahaan Pembiayaan terbagi dalam dua kluster debitur, sesuai plafon pinjamannya:
- pinjaman < Rp500 juta: 3 bulan Pertama 6 persen, 3 bulan Kedua 3 persen,
- pinjaman Rp500 Jt s.d. Rp10 M: 3 bulan Pertama 3 persen, 3 bulan Kedua 2 persen
8. Target penerimanya adalah UMKM < Rp10 M, debitur KPR tipe 21 s.d. 70, dan Debitur KKB produktif s.d Rp 500jt.
9. Subsidi bunga ini berlaku untuk seluruh debitur berkinerja baik (dengan kolektibilitas 1 (lancar) dan kolektibilitas 2 (dalam perhatian khusus) sebelum masa COVID-19 ditetapkan, yaitu sebelum tanggal 29 Februari 2020.
Prinsip dan Konsepsi Kebijakan Penyangga Likuiditas
10. Sebagaimana diatur dalam PP No.23 Tahun 2020, diantaranya mengatur penempatan dana pemerintah untuk memberikan dukungan/penyangga likuiditas kepada perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja.
11. Prinsip yang diadopsi:
- Mendukung Pelaku Usaha;
- Menerapkan kaidah-kaidah kebijakan yang penuh kehati-hatian, serta-tata kelola yang baik, transparan, akseleratif, adil, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan ;
- Tidak menimbulkan moral hazard; dan
- Adanya pembagian biaya dan risiko antar pemangku kepentingan sesuai tugas dan kewenangan masing- masing.
12. Dalam PP ini, diatur terkait Bank Peserta dan Bank Pelaksana yang didefinisikan sebagai berikut.
- Kriteria Bank Peserta (Anchor)
o Bank Umum yang berbadan hukum Indonesia, beroperasi di wilayah Indonesia, dan paling sedikit 51 persen (lima puluh satu persen) saham dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;
o Bank kategori sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan oleh OJK; dan
o Termasuk dalam kategori 15 (lima belas) bank breast terbesar.
- Kriteria Bank Pelaksana:
o Bank Pelaksana merupakan bank umum konvensional/syariah yang menerapkan kebijakan restrukturisasi debitur perorangan dan/atau memberikan tambahan kredit/ pembiayaan bagi BPR/BPRS/perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi.
o Bank Kategori Sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan oleh OJK; dan
o Memiliki SBN, Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sukuk Bank Indonesia, dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBI Syariah) yang belum direpokan tidak lebih dari 6 persen (enam persen) dari dana pihak ketiga.
berikut:
a. Penanganan kebutuhan likuiditas dipenuhi dari kapasitas internal bank terlebih dahulu melalui PUAB/Repo/PLJP Bank Indonesia sebelum mengajukan permintaan bantuan Likuiditas dari Pemerintah
b. Pemerintah menempatkan dana yang ditujukan untuk memberikan dukungan likuiditas kepada perbankan di Bank Peserta.
c. Risiko yang ditanggung Pemerintah adalah terhadap Bank di mana Pemerintah menempatkan dananya dan ini dijamin oleh LPS.
d. Bank Pelaksana mengajukan proposal penyangga likuiditas kepada Bank Peserta. PP/BPR mengajukan proposal penyangga likuiditas kepada Bank Pelaksana/Banl Kreditur.
e. Risiko kredit Bank Peserta dari penempatan Likuiditas ke Bank Pelaksana dimitigasi dengan Agunan Kredit Lancar dan dijamin oleh LPS.
Beberapa Isu terkait Skema penyangga Likuiditas di PP No.23
14. Beberapa isu terkait dengan implementasi skema penyangga Likuiditas dalam PP tersebut, diantaranya:
a. Apakah penempatan Dana Pemerintah ini untuk mengatasi permasalahan solvabilitas
Response
Penempatan Dana Pemerintah untuk membantu likuiditas bank tidak untuk menangani permasalahan solvabilitas bank. Penyangga Likuiditas ini ditujukan kepada Bank/BPR/Perusahaan pembiayaan yang Sehat. Sementara jalur penanganan bank bermasalah (solvabilitas) telah memiliki mekanisme yang diatur oleh OJK dan LPS.
b. Bank Peserta dipersepsikan terpapar risiko kredit khususnya jika Bank Pelaksana tidak memenuhi kewajibannya kepada Bank Peserta sehingga dapat berpotensi merugikan keuangan negara.
Response:
- Telah ada skema mitigasi risiko melalui agunan kredit lancar.
- Menggunakan skema perluasan cakupan penjaminan LPS untuk menjamin Penempatan Dana Bank Peserta ke Bank Pelaksana. Hal ini akan di detailkan di PMK yang akan segera dikeluarkan.
- OJK akan menyediakan informasi Bank yang masuk kriteria Bank Pelaksana
kelayakan permohonan/ proposal Bank Pelaksana dan debitur yang berpartisipasi dalam program restrukturisasi serta proses mitigasi risikonya.
Response:
- Bank Pelaksana menyampaikan informasi tingkat kesehatan, termasuk informasi kinerja terkini;
- Bank Peserta melakukan proses matching debitur dengan menggunakan hak akses SLIK yang disediakan oleh OJK.
d. Belum cukup memberikan insentif bagi Bank Peserta sebagai pihak yang akan menyediakan dana penyangga likuiditas bagi Bank Pelaksana, yang bersumber dari penempatan dana pemerintah.
Response: Memberikan hak Bank Peserta untuk mengambil margin dalam menyediakan Likuiditas bagi Bank Pelaksana. Sedang dibahas konsepsi penjaminan oleh LPS.
e. Penyangga Likuditas BPR/Perusahaan Pembiayaan. Response:
Penyangga Likuiditas melalui Bank Pelaksana atau untuk PP yang mendapatkan kredit dari Bank Pelaksana/Bank Peserta dengan PP/BPR mengajukan proposal kepada Bank Pelaksana.
f. Apakah Kebijakan Subsidi Bunga dan Kebijakan Penyangga Likuiditas sudh diterapkan/atau diberlakukan
Response:
Pemerintah sedang menyiapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Pemerintah dengan Bank Indonesia dan OJK. Sehingga pemberlakuannya akan menunggu penerbitan PMK dan SKB dimaksud,
Peran OJK dalam skema Penyangga Likuiditas dan Subsidi Bunga
15. Peran OJK dalam skema penyangga Likuiditas dan subsidi bunga diantaranya:
- Memberikan informasi terkait tingkat Kesehatan dan informasi lainnya dalam rangka proses penentuan Bank Peserta dan Bank Pelaksana oleh Kemenkeu.
- Memberikan informasi lain kepada Kemenkeu dan Bank Peserta untuk mendukung pelaksanaan program penyangga Likuiditas.
- Memberikan informasi yang dibutuhkan Bank Peserta dalam hal memproses proposal permohonan pinjaman likuiditas kepada Bank Pelaksana
- Memberikan informasi/akses SLIK kepada Kemenkeu dalam rangka pelaksanaan pemberian subsidi bunga.
- Melakukan post audit atas Bank Peserta dan Bank Pelaksana terkait pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional