EKBIS.CO, JAKARTA -- Penjualan mobil nasional anjlok pada April 2020. Penurunannya cukup signifikan dibandingkan biasanya.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), selama bulan lalu, penjualan retail mobil hanya 24.276 unit. Jumlah itu menurun drastis bila dibandingkan penjualan pada periode sama tahun lalu yang mencapai 80.622 unit.
Angka tersebut juga sangat kecil bila dibandingkan bulan sebelumnya. Pada Maret 2020, penjualan retail kendaraan roda empat nasional menembus 60 ribu unit lebih.
Penjualan wholesale atau dari pabrik ke dealer, juga menurun sangat signifikan. Sebab pada April, hanya menyentuh angka 7.871 unit. Menurun sekitar 89 persen dibandingkan penjualan Maret yang mencapai 76.800 unit.
Sebelumnya pada April 2019, penjualan wholesale mobil pun sekitar 84 ribu unit lebih. Dengan begitu, penurunannya mencapai 90 persen.
Sekretaris Jenderal Gaikindo Kukuh Kumara menjelaskan, anjloknya penjualan mobil nasional pada bulan lalu merupakan dampak pandemi Covid-19. Apalagi, di beberapa daerah juga diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Di sisi lain, mobil itu kan bukan barang primer, tapi tersier, dan harganya mahal, ratusan juta. Beli mobil tidak mungkin seperti membeli Aqua, maka dalam kondisi ini, untuk membeli barang ratusan juta, banyak pertimbangan, bagaimana purna jualnya, asuransinya," jelas Kukuh kepada Republika pada Selasa, (19/5).
Industri otomotif, kata dia, belum bisa memperkirakan kapan penjualan mobil bisa kembali normal. Sebab, Covid-19 pun belum bisa diprediksi kapan usainya.
"Belum tahu kapan kembali normal atau memasuki normal baru. Kita baru bisa bersikap, setelah lihat kurvanya seperti apa, kalau kurva pandemi sekarang masih fluktuatif, jadi lihat (kondisi) pandemi dulu," tutur dia.
Terkait rencana pemerintah melonggarkan PSBB, Kukuh berharap bisa membantu penjualan otomotif membaik. Hanya saja ia belum bisa memastikan, apakah pelonggaran tersebut akan berefek positif terhadap penjualan otomotif atau tidak.
"Kita belum bisa pastikan, sampai kita lihat ada trennya. Kalau dengan relaksasi industri pengen segera bangkit tapi 80 persen mau beli lewat kredit, sementara kredit masih ketat, ya nggak ada yang beli juga, atau sudah dilonggarkan tapi masih belum nyaman (beli mobil) banyak faktor pertimbangan," jelasnya.
Kukuh mengungkapkan, industri otomotif merupakan salah satu sektor yang terdampak cukup berat akibat pandemi. Sementara, ada sekitar 1,5 juta orang yang bekerja di dalamnya.