EKBIS.CO, JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengimbau seluruh masyarakat yang memiliki tradisi perayaan Idul Fitri dengan menerbangkan balon udara berukuran besar agar melakukannya secara bijak. Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto mengatakan, pelepasan balon udara secara liar bisa dipidana sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 40 Tahun 2018 tentang Penggunaan Balon Udara pada Kegiatan Budaya Masyarakat.
“Kami menghargai masyarakat di beberapa daerah yang mempunyai tradisi perayaan Idul Fitri dengan balon udara. Namun kami juga mengajak masyarakat untuk bijak dan tidak melepaskan balon udara ke angkasa yang dapat mengganggu keselamatan penerbangan dan membahayakan warga yang tinggal di sekitar,” kata Novie dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (26/5).
Untuk itu dia meminta seluruh masyarakat agar tidak melepaskan balon udara berukuran besar. Sebab hal tersebut dapat membahayakan penerbangan dan juga merugikan warga yang tinggal disekitarnya.
Novie menuturkan, balon udara berukuran besar yang dilepaskan ke angkasa dapat melambung tinggi hingga pada ketinggian jelajah pesawat. “Ini yang dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas penerbangan, hingga kecelakaan pesawat,” tutur Novie.
Dia memaparkan, setiap tahun tercatat gangguan aktivitas penerbangan yang disebabkan oleh sejumlah balon udara berukuran besar yang dilepaskan secara liar. Balon udara terdeteksi hingga jalur penerbangan pesawat udara di beberapa wilayah yang memiliki tradisi menerbangkan balon udara.
Novie memastikan Kemenhub terus berkoordinasi dengan pihak TNI dan Polri di beberapa wilayah untuk melakukan pemantauan terhadap masyarakat yang melepaskan balon udara secara liar. “Bila terbukti melanggar hukum, maka akan dilakukan penindakan sesuai prosedur hukum yang berlaku,” ujar Novie.
Dia juga meminta Airnav Indonesia tetap waspada terhadap balon udara yang diterbangkan secara liar agar keselamatan dan keamanan penerbangan tetap terjaga. Dia mengimbau petugas Air Traffic Controller (ATC) harus waspada terhadap pergerakan balon udara liar dan segera memberikan informasi kepada pesawat yang akan melintasi rute tersebut.
“Airnav segera melakukan koordinasi dengan Air Traffic Services unit lainnya serta pangkalan udara terkait untuk lakukan penindakan,” ujar Novie.
Saat ini, Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah III Surabaya dan Direktorat Navigasi Penerbangan juga terus melakukan pemantauan terhadap wilayah Wonosobo dan Pekalongan. Kedua kota tersebut memiliki tradisi budaya menerbangkan balon udara.
Untuk selanjutnya, penerbangan balon udara dapat dilakukan sesuai peraturan yang telah ditetapkan. Balon udara harus ditambatkan dengan ketinggian tidak melebihi 150 meter sesuai ketentuan yang berlaku.
Saat ini, Airnav Indonesia memberikan peringatan kepada pilot untuk mewaspadai gangguan balon udara liar. Direktur Utama AirNav Indonesia M Pramintohadi Sukarno mengatakan saat ini sudah menerbitkan notice to airmen (Notam) nomor A1165/20 NOTAMN.
“Notam yang kami terbitkan mengenai peringatan kepada para pilot yang melawati ruang udara di area Pekalongan, Wonosobo, Parakan dan Kajen," kata Pramintohadi.
Pramintohadi menjelaskan dengan adanya Notam tersebut maka para pilot yang melewati area ruang udara tersebut dapat berhati-hati. Pramintohadi menuturkan ketinggian balon udara liar diperkirakan mulai dari nol hingga 28 ribu kaki dengan arah dan kecepatan terbang yang tidak diketahui.
Meskipun begitu, Pramintohadi mengatakan saat ini Airnav Indonesia belum mendapatkan laporan pilot yang menyatakan melihat balon udara di area ruang udara tersebut. Meski demikian, telah terdapat sebuah balon udara yang jatuh di area Bandara Jenderal Ahmad Yani, Semarang pada Ahad (24/5) .
Untuk itu, Pramintohadi menegaskan kepada para pelaku penerbangan balon udara liar bahwa penerbangan balon udara liar tersebut sangat mengancam keselamatan penerbangan dan terdapat sanksi tegas yang menanti pelaku. “Penegak hukum bisa memberikan sanksi pidana bagi pihak-pihak yang mengancam keselamatan penerbangan sesuai dengan yang diatur di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan. Pasal 411 menyatakan bahwa terdapat ancaman pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta,” jelas Pramintohadi.