EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Aviliani mendorong nasabah dan perbankan mempercepat penyesuaian dengan pola tatanan baru atau new normal dari pandemi Covid-19. Skema new normal ini akan memberikan kesempatan yang menguntungkan bagi kelangsungan kedua pihak.
"Jika mereka tidak mau berubah, seperti yang ada di mind set mereka selama ini maka itu (keuntungan) akan hilang termasuk juga bank," katanya dalam webinar yang diadakan MarkPlus di Jakarta, Selasa (2/6).
Menurut dia, salah satu yang bisa dilakukan debitur atau pelaku usaha adalah dengan membuat produk yang menyesuaikan dengan kondisi ketika sistem kerja dari rumah hingga new normal. Misalnya, lanjut dia, pelaku usaha atau produsen membuat produk busana yang banyak digunakan saat di rumah atau kebutuhan rumah.
Begitu juga pelaku usaha tekstil, kini juga beralih membuat alat pelindung diri (APD) dari Covid-19 seperti masker. Meski begitu, Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbankan Perhimpunan Bank Swasta Nasional (Perbanas) ini mencermati masih banyak nasabah yang belum mengubah pola bisnisnya dengan new normal.
Padahal, restrukturisasi atau kelonggaran kredit dari pemerintah diberikan dalam jangka waktu satu tahun. "Banyak nasabah itu masih belum berubah. Saya khawatir nanti sudah direstrukturisasi tetapi tidak bisa bayar karena mereka tidak berubah,"imbuhnya.
Tak hanya dari sisi nasabah, lanjut dia, perbankan juga harus melakukan inisiatif dalam mendekati nasabahnya termasuk usaha kecil dan menengah (UKM) yang disebut masih lambat dalam melakukan peralihan produk.
"Bank harus mendekati nasabah yang diberikan restrukturisasi. Bagaimana ke depan, apakah strategi ke depan masih bisa bertahan atau bagaimana," katanya.
Perbankan, kata dia, sangat tergantung pada kecepatan bisnis dan masyarakat dalam menjalankan fungsi intermediasinya. Artinya, kata dia, jika sektor riil bermasalah maka akan memberikan dampak kepada perbankan.
Sementara itu, Pendiri sekaligus Chairman MarkPlus Hermawan Karyajaya menambahkan industri dalam negeri saat ini perlu melakukan rumus SPA atau servicing, surviving, preparing dan actualizing. Ia menjelaskan servicing dan surviving dilakukan pada kuartal I-II, kemudian preparing pada kuartal II-III dan kuartal III-IV melakukan aktualisasi.
"Jadi untuk industri yang tumbuh seperti farmasi, servicing sekarang ini, jadi tidak bisa mengantongi uang itu tok, harus service ke customer karena mereka butuhnya beda-beda," katanya.