Selasa 09 Jun 2020 19:21 WIB

Erick: Dana Talangan BUMN Masih Diproses

Mayoritas dari dana yang diberikan merupakan pencairan utang pemerintah ke BUMN.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Nidia Zuraya
Menteri BUMN Erick Thohir saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/6).
Foto: Kementerian BUMN
Menteri BUMN Erick Thohir saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/6).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah memberikan bantuan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) terhadap BUMN sebesar Rp 143,63 triliun. Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan Rp 108,48 triliun atau 75 persen dari PEN dialokasikan untuk pencairan utang pemerintah, sementara Rp 19,65 triliun atau 14 persen untuk dana talangan, dan Rp 15,5 triliun atau 11 persen untuk penyertaan modal negara (PMN).

Erick menyampaikan mayoritas dari dana yang diberikan pemerintah merupakan pencairan utang pemerintah kepada BUMN. Sementara dana talangan, kata Erick, merupakan pinjaman yang harus dikembalikan kepada pemerintah beserta bunga.

Baca Juga

Berbeda dengan pencairan utang pemerintah dan PMN yang sudah final, Erick menyebut untuk dana talangan belum menemukan keputusan final.

"Dana talangan konsepnya ada beberapa. Awalnya apakah himbara yang meminjamkan  atau yang lainnya. Jadi konsep pembicaraan seperti itu. Apakah keputusan sudah dilakukan, belum, untuk dana talangan masih dalam proses," ujar ujar Erick rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Gedung DPR dan MPR, Jakarta, Selasa (9/6).

Erick menyampaikan pada prinsipnya dana talangan seperti pinjaman pada umumnya yang tidak dapat dikonversi menjadi ekuitas atau PMN.

Erick menyebut total dana talangan pada 2020 sebesar Rp 19,65 triliun yang diberikan kepada Garuda Indonesia sebesar Rp 8,5 triliun, KAI sebesar Rp 3,5 triliun, Perumnas sebesar Rp 650 miliar, Krakatau Steel sebesar Rp 3 triliun, dan PTPN sebesar Rp 4 triliun.

Erick menyebut pemberian dana talangan pada sejumlah dampak yang dialami BUMN tersebut, mulai dari penurunan penumpang hingga 95 persen yang dirasakan Garuda, pembatasan operasi yang dialami KAI, penurunan harga CPO dan volume permintaan ekspor yang dihadapi PTPN, atau untuk modal kerja bagi Perumnas.

"Khusus untuk Garuda, ini flight carrier dari Indonesia. Kita sudah ada rapat dengan menteri terkait, menkeu dan menhub. Nanti yang namanya Angkasa Pura itu akan kita gabungkan menjadi satu, di sana digabungkan juga dengan logistik udara yang ada keterkaitan," ucap Erick.

Erick menilai hal tersebut sebagai langkah efisiensi seperti yang telah dilakukan maskapai papan atas dunia seperti Emirates dan Qatar. Erick mengatakan Garuda tak hanya mendapat dana talangan, melainkan juga tengah berupa melakukan negosiasi total dari lessor.

"Kami juga sudah dapat dukungan dari KPK untuk deal-deal yang ada indikasi fraud, yang sudah terbukti, ya kita tidak mau bayar karena indikasi fraud. Hal-hal ini kita lakukan berkesinambungan. Pascacovid, Garuda harus kembali lagi beroperasi dan memastikan servis pariwisata kita harus bangkit dan bertahan," lanjut Erick.

Sementara untuk KAI, kata Erick, dana talangan untuk proyek LRT Jabodetabek yang merupakan proyek strategis nasional dan sudah diajukan cukup lama. Dana talangan Perumnas, lanjut Erick, lebih banyak dialokasolany untuk menjaga likuiditas perusahaan karena saat ini sangat terdampak covid dan berkaitan dengan program KPR.

"Hasil kesepakatan dengan menkeu, akhirnya Perumnas menerima dana talangan," ucap Erick.

Kondisi yang berat juga dialami PTPN. Erick mengaku telah mencoba melakukan efisiensi besar-besaran di tubuh holding PTPN dengan memangkas banyak direksi yang ada di PTPN 1 hingga PTPN 14.

"Kalau kita lihat PTPN holding ini punya utang hampir Rp 48 triliun karena itu memang di lain pihak kita juga tak mau menghentikan program inti plasma di tebu rakyat dan di kebun lainnya yang sarat padat karya," ungkapnya.

Erick menyampaikan pemberian dana talangan juga tak lepas dari tugas yang diemban klaster perkebunan yang diisi PTPN dan Perhutani meningkatkan produktivitas gula konsumsi. Erick mencontohkan PTPN dan Perhutani memiliki 130 ribu hektare lahan pertebuan. Apabila  per hektar ditambah plasma rakyat 140 ribu hektare akan menghasilkan 270 ribu hektare.

"Kalau masing-masing hektare produksi 7 ton, bukan tak mungkin PTPN dan Perhutani jadi tulang punggung swasembada gula yang sekarang ini selalu jadi isu impor terus, memang kebutuhan 3,5 juta untuk konsumsi bisa, tapi gula industri saya rasa sampai kapan pun impor itu harus terus dijalankan," tambah Erick.

Erick juga berencana melakukan restrukturisasi pada tubuh PTPN ke depan seperti yang telah berhasil dilakukan Krakatau Steel.

Melihat kondisi terkini, Erick menilai dividen BUMN pada 2021 akan jauh berbeda dengan target awal. Erick mengaku sudah berbicara dengan Menkeu Sri Mulyani terkait hal tersebut. Kata Erick, saat ini BUMN memiliki skala prioritas dengan tetap menjaga cashflow hingga memenuhi kewajiban perusahaan terhadap para karyawan.

"Awalnya kita sangat optimistis, tapi karena 90 persen terganggu (akibat corona), mohon maaf 2021 dividen yang kami berikan tahun ini, bukan tak mungkin tahun depan itu seperempat karena contohnya Angkasa Pura walaupun mereka untung, saat ini keuntungan itu dipakai untuk jaga cashflow dan membayar karyawan mereka," kata Erick menambahkan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement