EKBIS.CO, JAKARTA -- Di tengah ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Dengan demikian, para pekerja baik PNS, TNI, Polri, BUMN hingga pegawai swasta bakal dipotong 2,5 persen gaji mereka. Namun besaran potongan ini menuai pro kontra
Menanggapi itu, Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Suryadi Jaya Purnama meminta agar pemerintah meninjau ulang besaran simpanan peserta Tapera tersebut. "Semestinya PP Tapera lebih memperhatikan kondisi perekonomian yang saat ini terdampak akibat pandemi Covid-19," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (11/6).
Apalagi, lanjut Suryadi, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya sebesar 0 persen. Maka, dengan kondisi perekonomian yang seperti ini konsumsi rumah tangga juga mengalami penurunan drastis. Jadi, sudah selayaknya Pemerintah berhati-hati dalam memutuskan besaran simpanan Tapera.
"Memang awalnya dilahirkan untuk membantu pekerja atau buruh dalam memenuhi kebutuhan perumahan. Tapi pemerintah juga mesti berhati-hati menetapkan PP 25/2020 itu," kata Suryadi.
Sebelumnya, untuk menyediakan perumahan bagi masyarakat, pemerintah mengeluarkan PP 25 Tahun 2020. Namun Tapera ini diwajibkan untuk PNS/TNI/Polri, karyawan BUMN/BUMD/BUMDes, dan pekerja swasta dengan penghasilan di atas UMR. Segmen peserta yang menerima manfaat berupa pembiayaan perumahan adalah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Bagi pekerja, akan dipotong upahnya 2,5 persen dan bagi pemberi kerja, berkewajiban menanggung 0,5 persen upah pekerja dalam pembayaran Tapera. Potongan wajib inilah yang memberatkan pekerja dan pemberi kerja.