EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mencatat penyaluran kredit perbankan mengalami penurunan sebesar 5,73 persen pada April 2020. Padahal pada Maret 2020 masih berkisar 7,2 persen atau setara dengan Rp 5.703,4 triliun.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pihaknya melakukan pelonggaran likuiditas (quantitative easing/QE) untuk mendorong program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan program restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Bank hati-hati menyalurkan kredit akibat wabah Covid-19. Ini tercermin pertumbuhan kredit April 2020 5,73 persen (yoy), ini lemah," ujarnya saat konferensi pers virtual, Kamis (18/6).
Meski penyaluran kredit mengalami penurunan, Perry justru mencatat kondisi rasio kecukupan modal perbankan atau capital adequacy ratio (CAR) yang cukup tinggi pada April 2020 sebesar 22,03 persen. Sedangkan Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) tetap rendah sebesar 2,89 persen (bruto) dan sebesar 1,31 persen (netto).
Kemudian Dana Pihak Ketiga (DPK) lebih tinggi dari pertumbuhan kredit, 8,08 persen (yoy). Ke depan, Bank Indonesia menerapkan kebijakan makroprudensial yang akomodatif dalam menangani penyebaran dampak Covid-19.
Sedangkan suku bunga di luar perbankan, Perry menyebut suku bunga yield SBN 1 tahun, dalam periode yang sama turun 120 basis poin. "Jadi penurunan BI Rate telah menurunkan juga biaya APBN khususnya untuk tenor 1 tahun," ucapnya.
Menurutnya penurunan tenor-tenor yang lebih relatif lebih kecil, yang dipengaruhi preferensi pelaku pasar termasuk investor asing dan juga premi resiko.
"Jadi penurunan suku bunga kebijakan BI tidak hanya menurunkan suku bunga pasar uang, tidak hanya menurunkan suku bunga deposito, tidak hanya menurunkan suku bunga kredit, tapi juga menurunkan biaya APBN, dalam bentuk suku bunga APBN," jelasnya.