EKBIS.CO, JAKARTA -- Sekitar dua persen peminjam di Modalku mengajukan restrukturisasi pinjaman karena berbagai faktor. Meski demikian, Modalku menyatakan tingkat gagal bayar masih terkendali.
CoFounder & CEO Modalku, Reynold Wijaya menyampaikan, pelaku UMKM yang menjadi peminjam di Modalku didominasi oleh sektor perdagangan, baik itu besar maupun eceran. Adanya pandemi ini, langkah restrukturisasi juga perlu dilakukan sebagai bentuk solusi bagi peminjam di Modalku yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.
"Sekitar dua persen peminjam aktif Modalku telah mengajukan restrukturisasi dan dalam proses oleh tim Modalku," kata Reynold dalam siaran pers, Selasa (14/7).
Sebagian besar, kebutuhan restrukturisasi diajukan oleh peminjam karena adanya penurunan omzet akibat pandemi, penundaan pembayaran dari payor/bouwheer pinjaman invoice financing, (pemberi kerja untuk UMKM) khusus untuk dan beberapa disebabkan adanya kesulitan karena keterbatasan logistik, sehingga usaha terhambat.
Menurut Reynold, para peminjam di Modalku sangat kooperatif ketika melakukan proses pengembalian pinjaman. Sehingga sampai saat ini Modalku di Indonesia masih bisa menjaga tingkat gagal bayar (default) di bawah satu persen. Hal ini tetap perlu dilakukan oleh Modalku sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pemberi pinjaman.
Sampai saat ini, lebih dari 100 ribu pemberi pinjaman telah berkontribusi menyalurkan dananya kepada UMKM melalui Modalku. Selama masa pandemi, perusahaan juga terus melakukan edukasi terhadap publik mengenai pentingnya memiliki alternatif investasi, salah satunya melalui Modalku.
Selain itu, para pemberi pinjaman bisa turut berkontribusi untuk mendukung bisnis UMKM Indonesia di tengah pandemi ini agar terus beroperasi. Menyambut fase normal baru, beberapa bisnis sudah mulai kembali beroperasi, sehingga harapannya omzet bisnis juga berangsur membaik.
Grup Modalku telah menyalurkan pinjaman usaha sebesar Rp 15,4 triliun sampai semester I 2020 kepada UMKM di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Singapura, dan Malaysia.