EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan sulitnya kembalikan pesawat ke penyewa atau lessor. Sementara Irfan menuturkan Garuda Indonesia harus menghadapi penurunan bisnis karena terdampak pandemi Covid-19.
“Di Garuda Indonesia itu, struktur biaya yang paling besar yang satu lessor,” kata Irfan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Selasa (14/7).
Dia menjelaskan Garuda Indonesia sudah melakukan diskusi dengan para lessor hampir tiga bulan lamanya. Hanya saja, Irfan menuturkan, proses tersebut terbilang tidak mudah.
“Kita diskusi apapun sampai kita mengancam lah istilahnya. Kalau lo nggak mau ikutin gue, ambil aja lah itu pesawatnya. Sampai kepada level itu, tapi tampaknya semua lessor tidak ada yang mau ambil pesawat karena kondisi di luar juga tidak baik,” ungkap Irfan.
Irfan mengakui, untuk biaya sewa pesawat, Garuda Indonesia harus mengeluarkan biaya sekitar 70 juta dolar AS. Sementara dari diskusi yang dijalankan saat ini, Irfan menuturkan Garuda Indonesia baru berhasil meyakinkan beberapa lessor saja.
“Tapi, kita berharap dapat kesepakatan penurunan biaya sewa pesawat di level 15 juta dolar AS hingga 20 juta dolar AS perbulan. Ini kalau kita kalikan 12 bulan, kita akan sampai 200 juta dolar AS penghematannya dari lessor ini,” jelas Irfan.
Irfan mengatakan saat ini Garuda Indonesia memiliki total 155 pesawat dari 26 penyewa. Selain itu, komisaris dan pemegang saham Garuda Indonesia juga meminta sesegera mungkin mengembalikan bombardier CRJ dan ATR karena tidak cocok dengan operasional yang dilakukan.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade juga meminta Garuda Indonesia sebisa mungkin melakukan negosiasi dengan penyewa pesawat. “Ini harus bayar sekian triliun perbulan jadi bagaimanapun harus diupayakan biaya lessor bisa dipangkas,” ungkap Andre.
Andre menilai hal tersebut menjadi pekerjaan rumah management Garuda Indonesia yang baru. Dengan adanya keringanan biaya sewa pesawat menuurtnya dapat memotong pengeluaran Garuda Indonesia cukup besar.