Jumat 17 Jul 2020 10:55 WIB

China, Negara Pertama yang Ekonominya Tumbuh Sejak Pandemi

Pertumbuhan terjadi setelah kebijakan lockdown untuk menekan penyebaran virus dicabut

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Sepasang suami istri berjalan melalui pusat perbelanjaan di ibu kota di Beijing. Para pemimpin Cina telah membuka kembali pabrik-pabrik dan toko-toko dalam upaya untuk menghidupkan kembali perekonomian.
Foto: AP/Andy Wong.
Sepasang suami istri berjalan melalui pusat perbelanjaan di ibu kota di Beijing. Para pemimpin Cina telah membuka kembali pabrik-pabrik dan toko-toko dalam upaya untuk menghidupkan kembali perekonomian.

EKBIS.CO, BEIJING – Perekonomian China mencatat pertumbuhan 3,2 persen secara tak terduga pada kuartal kedua, menurut Biro Statistik Nasional, Kamis (16/7). Realisasi ini menjadikan China sebagai ekonomi besar pertama dunia yang tumbuh sejak dimulainya pandemi Covid-19.

Pertumbuhan terjadi setelah kebijakan lockdown untuk menekan laju penyebaran virus dicabut. Aktivitas ekonomi kembali bergeliat seiring dengan pembukaan kembali pabrik dan toko.

Baca Juga

"Ekonomi nasional bergeser dari melambat menjadi naik pada paruh pertama 2020," kata Biro Statistik Nasional, seperti dilansir di AP, Jumat (17/7).

Pertumbuhan kuartal kedua China menjadi peningkatan dramatis dari kontraksi 6,8 persen pada kuartal sebelumnya. Kuartal pertama otomatis menjadi kinerja terburuk Cina sejak setidaknya pertengahan 1960an.

Meski membaik, pertumbuhan 3,2 persen masih menjadi pertumbuhan positif terlemah sejak China mulai melaporkan pertumbuhan kuartalan pada awal 1990an. "Kami berharap, dapat melihat peningkatan berkelanjutan di kuartal mendatang," kata Marcella Chow dari JP Morgan Asset Management dalam sebuah laporan.

China, tempat pandemi Covid-19 berasal, menjadi ekonomi pertama yang menutup kegiatan ekonomi. China juga negara pertama yang  memulai proses pemulihan secara bertahap pada Maret setelah Partai Komunis yang berkuasa menyatakan, penyakit tersebut terkendali.

Para ekonom mengatakan, China kemungkinan akan pulih lebih cepat dibandingkan beberapa negara besar lainnya. Keyakinan ini mengingat keputusan Partai Komunis yang aktif memberlakukan langkah-langkah pencegahan penyebaran paling intensif dalam sejarah.

Mereka memutuskan sebagian besar akses ke kota-kota dengan total 60 juta orang menunda perdagangan dan perjalanan. Langkah ini kemudian ditiru oleh beberapa pemerintahan di Asia dan Eropa ketika virus semakin menyebar.

Manufaktur dan beberapa industri lainnya hampir kembali normal. Tapi, tingkat belanja masyarakat masih lemah karena mereka ingin berjaga-jaga, takut kehilangan pekerjaan. Bioskop dan beberapa bisnis lain masih ditutup dan pembatasan perjalanan tetap berlaku.

Pada kuartal kedua ini, output pabrik naik 4,4 persen, rebound dari kontraksi 8,4 persen pada kuartal sebelumnya. Kenaikan ini terjadi karena pabrik pembuat smartphone, sepatu, mainan dan barang-barang lainnya dibuka kembali.

Penjualan ritel masih menyusut 3,9 persen, meski membaik dari kontraksi 19 persen pada kuartal sebelumnya. Di sisi lain, penjualan ritel online justru naik 14,3 persen, tumbuh dari kuartal sebelumnya, 5,9 persen.

Bill Adams dari PNC Financial Services Group dalam sebuah laporan mengatakan, pandemi Covid-19 telah menciptakan sektor pemenang dan yang kalah. "Manufaktur memimpin pemulihan China," katanya.

Setelah melaporkan tidak ada infeksi baru secara lokal dalam sembilan hari, pemerintah memutuskan mengurangi pembatasan pada pariwisata domestik, Selasa (14/7). Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata mengatakan, lokasi wisata sudah diizinkan buka dengan 50 persen kapasitas pengunjung harian dan tur dari satu provinsi ke provinsi lain sudah bisa dilakukan.

Analis sektor swasta mengatakan, sebanyak 30 persen dari tenaga kerja perkotaan atau sebanyak 130 juta orang, mungkin telah kehilangan pekerjaan mereka untuk sementara waktu. Sementara itu, sebanyak 25 juta pekerjaan mungkin hilang untuk selamanya pada tahun ini.

Pada Mei, Partai Komunis berjanji untuk menganggarkan 280 miliar dolar AS guna memberikan bantuan, termasuk menciptakan sembilan juta pekerjaan baru. Tapi, mereka memilih tidak menggunakan cara seperti Amerika Serikat dan Jepang yang meluncurkan paket stimulus 1 triliun dolar AS lebih. Keputusan ini seiring dengan kekhawatiran Partai akan utang China yang sudah tinggi.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement