EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Angkasa Pura (AP) I telah menyiapkan sejumlah strategi untuk menghemat kas perusahaan akibat sepinya penumpang pesawat di bandara yang dioperasikannya. Direktur Utama AP I Faik Fahmi mengatakan pihaknya telah menyiapkan penanganan krisis industri penerbangan dengan mengutamakan sektor kesehatan serta menyelamatkan sektor perekonomian melalui diskusi dengan pihak maskapai terutama maskapai internasional yang banyak di antaranya mengalami kebangkrutan.
“Untuk selesaikan persoalan ini kami internal ada empat insiatif. Pertama ini krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga kami identifikasi risiko terhadap strategi keuangan dan operasional,” katanya dalam Webinar yang bertajuk Transportasi publik dan geliat ekonomi pada masa pandemi di Jakarta, Rabu (22/7).
Faik menyebutnya dengan strategi bertahan atau survival strategy yang dilakukan dengan meningkatkan portofolio bisnis di luar penerbangan.
“Termasuk pengoperasian freighter cargo, tadinya nggak punya sekarang kita punya, ini bagian dari program untuk memanfaatkan angkutan logistik. Kita charter dengan Pelita Air yang sekarang kita punya penerbangan sembilan kali per minggu,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, cost leadership di mana perusahaan mengurangi beban biaya yang muncul di operasional yang sifatnya tidak esensial.
“Terkait cost leadership, kami coba kurangi beban biaya yang muncul di operasional sambil kita perhatikan tipe biaya yang muncul. Jadi, ada biaya-biaya yang sifatnya nonesensial bisa kita potong sampai 100 persen. Yang sifatnya kontributor ke operasional sampai 80 persen. Tapi yang sifatnya esensial seperti safety, security itu jadi mandatori di angkutan udara kita kurangi 20 persen dan yang terkait akselerator ini yang bisa beri kontribusi pendapatan lebih besar kurang 20 persen,” katanya.
Dengan upaya tersebut, AP I bisa menghemat biaya sebesar 32 persen yang sangat berpengaruh signifikan ke depannya.
Pasalnya, trafik penumpang di bandara AP I turun signifikan, sebagai contoh pada Mei lalu jumlah penumpang hanya 75.000 orang atau turun 99 persen dari kondisi normal di mana bisa mencapai 7,5 juta orang.
Seiring adanya masa adaptasi kebiasaan baru, terhitung pada 19 Juli ini ada pertumbuhan untuk trafik penerbangan yakni 35 persen, namun trafik penumpang masih jauh di kisaran 17 persen.