EKBIS.CO, BANGKA BELITUNG -- Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI (Ditjen PKH Kementan) melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Bangka Belitung. Kunjungan ini dalam rangka memperkuat koordinasi dan sinergitas program di Bangka Belitung.
Direktur Pakan, Ditjen PKH Kementan, Makmun, bertandang ke Pendopo Rumah Jabatan Bupati Bangka Tengah untuk mengadakan diskusi soal integrasi sawit sapi. Makmun disambut oleh Bupati Bangka Tengah, Ibnu Saleh bersama para jajarannya.
Makmun menyampaikan, dalam upaya meningkatkan populasi sapi secara nasional memang perlu dilakukan pengembangan usaha integrasi sawit sapi. Karena pada umumnya populasi sapi terkendala oleh keterbatasan lahan untuk sumber pakannya.
Menurutnya dengan integrasi sawit sapi, kendala tersebut bisa diminimalisir karena sudah tersedia sumber pakan berupa pelepah sawit, hijauan antar tanaman, dan bungkil sawit. Selain itu, Sumber Daya Manusia (SDM) pengelolanya juga sudah ada, yaitu masing-masing petani pemilik kebun sawit.
"Harapannya bisa lebih efisien dan efektif karena biaya operasional kebun sawit dapat ditekan dari sisi penggunaan pupuk dan herbisida. Selain itu, bisa juga menurunkan emisi gas yang selama ini menjadi isu global tentang kerusakan lingkungan," ujar Makmun.
Makmun memberikan apresiasi kepada pemerintah Provinsi Bangka Belitung. Pasalnya, di Bangka Belitung sudah ditetapkan Peraturan Gubernur Nomor 43 Tahun 2019 tentang usaha Integrasi Sawit Sapi yang mewajibkan pemilik Perkebunan Sawit untuk memelihara sapi 10 persen dari total luasan lahan sawit yang dimiliki.
Dari total luas perkebunan sawit Provinsi Bangka Belitung yang mencapai 275.131 Ha; 27,5 ribu Ha di antaranya dapat digunakan untuk usaha pengembangan sapi potong sebanyak 13,7 ribu Ekor. Khusus di Kabupaten Bangka Tengah, dari total luas areal kebun sawit 23.102 Ha dengan penggunaan lahan sawit 10 persen untuk intergrasi sapi, maka jumlah sapi yang dapat dikembangkan adalah 1.155 ekor.
Makmun menjelaskan, untuk mengimplementasikan kegitan integrasi sawit sapi ini, perlu dilakukan penguatan berupa penyiapan infrastruktur, sarana prasarana dan pendampingan kelompok serta fasilitasi akses pembiayaan. Baik dari sumber dana pemerintah (sharing pembiayaan antara APBN dan APBD), swasta, maupun perbankan (KUR).
"Khusus untuk KUR, BNI akan memfasilitasi dengan masa pengembalian pinjaman selama 3 tahun untuk pembiakan sapi potong, dengan kemudahan administrasi," ucap Makmun.
Diketahui, dalam upaya peningkatan populasi sapi potong untuk kebutuhan konsumsi masyarakat, Kabupaten Bangka Tengah terus mengikuti program arahan Ditjen PKH. Hasilnya, dari jumlah populasi sapi potong Provinsi Bangka Belitung sebanyak 14.247 ekor, 5.129 ekor di antaranya adalah populasi sapi potong di Kabupaten Bangka Tengah.
"Selain dalam meningkatkan kebutuhan konsumsi masyarakat, sapi potong ini juga bisa memenuhi kebutuhan dan permintaan antar daerah atau pulau," ucap Makmun.
Hingga saat ini, Provinsi Bangka Belitung masih melakukan pemasukan sapi dari Jawa Timur dan Lampung rata-rata 20 ribu ekor per tahun, sehingga menjadi peluang usaha untuk mencukupi kekurangan sapi. Untuk itu, Ditjen PKH menyatakan akan terus mendorong upaya peningkatan populasi melalui berbagai kegiatan, utamanya memanfatkan potensi Kebun Sawit yang luasnya 23.102 Ha tersebar di 6 Kecamatan.
Kabupaten Bangka Tengah dalam pengembangan usaha sapi potong juga mewajibkan setiap desa memberikan 30 persen alokasi dana desa untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat. Hasilnya, 16 desa memanfaatkan pengembangan 216 ekor sapi potong.
Perkembangan usaha integrasi sawit sapi di Kabupaten Bangka Tengah sendiri dikatakan cukup berkembang. Kampung Integrasi Sawit Sapi Bangka Tengah awalnya menerima 32 ekor sapi dari Ditjen PKH tahun 2015, kini sudah ada sebanyak 225 ekor, dan telah dijual ke kelompok penerima sebanyak 42 Ekor.
"Keberhasilan pengembangan ini karena menerapkan pengelolaan dan pemanfaatan biomassa sawit, utamanya pelepah sawit yang diolah sebagai sumber pakan yang utama," ungkap Makmun.
Kelompok juga telah mengolah feces sapi menjadi pupuk kompos. Dalam 5 tahun terakhir anggota Kelompok Tunas Baru memanfaatkannya untuk memupuk lahan sawitnya guna memperbaiki dan mengembalikan unsur hara tanah, sehingga meningkatkan produksi/bobot Tandan Buah Sawit.
Dengan menggunakan pupuk kompos, anggota kelompok tidak menggunakan pupuk kimia untuk tanaman sawitnya. Selain dipakai sendiri untuk pupuk lahan sawitnya, kelompok juga telah menjual kepada masyarakat untuk memupuk tanaman perkebunan dan hortikultura yang terbentang luas dalam wilayah Provinsi Bangka Belitung.
"Lalu ada yang dijual ke perusahaan tambang untuk reklamasi lahan ex-tambang timah dengan harga jual Rp1.500/kg sehingga menjadi sumber pendapatan sehari-hari bagi kelompok," jelas Makmun.