EKBIS.CO, JAKARTA – Pemerintah melalui Komite Kebijakan Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menghapus target penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) ke sektor produksi. Di sisi lain, pemerintah melakukan pelonggaran terhadap lembaga penyalur untuk mendistribusikan KUR ke sektor-sektor perdagangan atau non produksi.
Semula, pemerintah melalui Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM pada 12 November 2019 telah menetapkan target penyaluran KUR sektor produksi tahun 2020 sebesar minimal 60 persen dari total penyaluran KUR. Artinya, penyaluran KUR ke sektor perdagangan atau non produksi hanya ‘diperbolehkan’ 40 persen.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, kebijakan batasan tersebut sudah dihapuskan sesuai dengan keputusan komite pada Senin (27/7) siang.
"Tidak ada pembatasan penyaluran KUR untuk sektor non produksi hingga tahun 2021," tuturnya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (27/7) sore.
Iskandar mengakui, tidak mudah untuk menyalurkan KUR ke sektor produksi, terutama di tengah pandemi. Per akhir Juni, tercatat, penyalurannya baru sebesar 58,3 persen dari total penyaluran, masih di bawah target sebesar 60 persen.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan UMKM Airlangga Hartarto mengatakan, langkah ini diberikan seiring dengan informasi dari lembaga penyalur. Mereka menyebutkan, distribusi KUR dapat dilakukan lebih masif apabila batasan penyaluran ke sektor perdagangan dihilangkan.
Airlangga mengatakan, perubahan kebijakan KUR dilakukan dengan mempertimbangkan tingginya permintaan KUR dari sektor perdagangan setelah pembukaan aktivitas ekonomi pada Juni 2020. "Sejak saat itu, permintaan dan penyaluran KUR sektor non produksi atau sektor perdagangan melampaui sektor produksi," katanya dalam keterangan resmi yang diterima Republika.
Berdasarkan data yang didapatkan dari Kemenko Perekonomian, sampai dengan akhir Juni 2020, realisasi penyaluran KUR ke sektor perdagangan mencapai Rp 31,7 triliun. Nilai ini setara dengan 41,6 persen dari total penyaluran KUR pada periode yang sama, yakni Rp 76,2 triliun.
Sementara itu, penyaluran ke beberapa sektor produksi hanya berkontribusi 0,1 persen sampai 30,2 persen. Penyaluran terbesar terjadi pada pertanian, perburuan dan kehutanan dengan total penyaluran Rp 23,1 triliun atau sekitar 30,2 persen dari total penyaluran.
Airlangga mengatakan, relaksasi terhadap penyaluran KUR ini diharapkan dapat mendorong sektor riil, sehingga mampu mengakselerasi pemulihan ekonomi pada kuartal ketiga dan keempat. Khususnya setelah ekonomi diyakini mengalami kontraksi pada kuartal kedua sebagai dampak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Airlangga menjelaskan, dukungan dunia usaha termasuk UMKM untuk meningkatkan investasi menjadi salah satu upaya yang terus dilakukan. Kebijakan ini diharapkan mencegah ekonomi mengalami perlambatan yang semakin dalam dan mampu tumbuh sekitar 0,5 persen pada 2020.
"Dukungan UMKM dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi adalah meningkatkan investasi yang berasal dari pembiayaan domestik," ujarnya.
Secara keseluruhan, realisasi penyaluran KUR dari Agustus 2015 sampai dengan 30 Juni 2020 telah mencapai Rp 550,24 triliun dengan baki debet Rp 161.74 triliun yang diberikan kepada 20,9 juta debitur. Adapun tingkat Non Performing Loan (NPL) hingga waktu yang sama adalah 1,18 persen.
Sementara itu, penyaluran KUR selama Januari 2020 sampai 31 Juni 2020 sudah sebesar Rp 76,2 triliun kepada 2,2 juta debitur. Penyaluran tersebut sebesar 40,1 persen dari target tahun ini, yakni Rp 190 triliun.
Penyaluran KUR pada masa pandemi Covid-19 melambat dari sebesar Rp 18,9 triliun pada Maret 2020 menjadi hanya Rp 4,75 triliun pada Mei 2020. Tapi, pada bulan lalu, penyaluran KUR telah kembali meningkat menjadi sebesar Rp 10,45 triliun. Peningkatan signifikan terjadi sejak pekan ketiga Juni seiring dimulainya pembukaan aktivitas ekonomi dan penerapan adaptasi kebiasaan baru.