EKBIS.CO, JAKARTA -- Uang peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75 tahun dengan nominal Rp 75 ribu menarik minat masyarakat sejak diluncurkan pada 17 Agustus 2020 lalu. Uang ini menjadi perbincangan hangat berbagai kalangan mulai dari netizen hingga kolektor.
Berbagai informasi pun berseliweran tentang uang spesial ini. Berikut Republika.co.id merangkum sejumlah isu dan faktanya berdasarkan sumber regulator terkait, baik Bank Indonesia maupun Kementerian Keuangan.
1. Sempat beredar informasi yang menyatakan uang Rp 75 ribu tidak bisa dijadikan alat tukar. Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, Marlison Hakim membantah pernyataan tersebut dan menyebut uang Rp 75 ribu merupakan alat tukar yang sah seperti halnya uang beredar lainnya. Uang ini bisa digunakan dalam transaksi sehari-hari.
2. Uang Rp 75 ribu juga disebut-sebut dicetak untuk menambah uang baru sehingga bisa mendanai defisit anggaran akibat pandemi Covid-19. Direktur Pengelolaan Kas Negara Kementerian Keuangan, Didyk Choiroel juga membantah info tersebut.
Menurutnya, uang Rp 75 ribu yang diedarkan tidak menambah likuiditas pasar. Uang tersebut tidak menambah uang fisik dan sudah termasuk dalam jumlah uang yang beredar di masyarakat.
3. Seiring dengan minat masyarakat yang membludak, BI kini meningkatkan kuota penukaran uang peringatan Kemerdekaan Indonesia nominal Rp 75 ribu menjadi dua kali lipat. Marlison mengatakan kuota individu per hari di Jakarta biasanya hanya 600 lembar. Sementara di daerah sebanyak 300 lembar.
Jumlah penukaran per harinya di seluruh Indonesia mencapai 14.500 lembar. Namun kini, Marlison mengatakan BI menargetkan peningkatan penukaran hingga minimal 30 ribu lembar per hari. Selain itu, BI juga membuka keran penukaran secara kolektif. Sehingga satu orang bisa mewakili minimal 17 orang lainnya untuk melakukan penukaran.
4. Uang Rp 75 ribu ini cukup banyak diperjualbelikan bahkan di marketplace dengan harga tinggi. Marlison mengatakan BI menyadari hal ini sehingga berkomitmen untuk memperluas dan meningkatkan akses masyarakat terhadap uang Rp 75 ribu.
Jadi, masyarakat tidak perlu membeli atau menukar dengan nilai yang lebih tinggi. Uang Rp 75 ribu dicetak sebanyak 75 juta lembar dan disebarkan merata ke kantor cabang BI seluruh Indonesia. Sehingga masyarakat Indonesia punya kesempatan yang sama untuk mendapatkan uang ini.
5. Uang Rp 75 ribu dicetak dengan teknologi tercanggih untuk pencetakan uang kertas. Bahan kertasnya lebih tebal dan tahan lama. Penggunaan teknologi pada uang Rp 75 ribu membuat benang pengamannya seperti hologram dan punya efek bergerak.
Teknologi ini belum pernah diterapkan pada uang kertas sebelumnya dan tidak bisa dipalsukan. Pada kondisi cahaya rendah dan cahaya ultraviolet juga muncul gambaran tertentu.
Marlison mengatakan kekhususan uang kertas ini sekaligus mengedukasi masyarakat untuk lebih menghargai rupiah. Masyarakat diajak untuk memperlakukan uang dengan lebih hati-hati. Seperti tidak melipatnya, tidak menggenggam, yang bisa mengubah bentuk.
Dalam satu lembar kertas rupiah ada filosofis yang tertanam sehingga harus lebih dihargai dan diperlakukan dengan baik. Pembuatan uang Rp 75 ribu ini pun melalui proses yang panjang, lebih dari dua tahun, dan melibatkan berbagai pihak.
Beberapa pihak terlibat mulai dari kementerian lembaga, asosiasi masyarakat, budayawan, sejarawan. Kelompok masyarakat tunanetra juga diikutsertakan dan memberikan masukan. Tanda khusus bagi tunanetra pada uang Rp 75 ribu ini pun sedikit berbeda dari biasanya.
6. Kolektor uang Numismatis B Untoro menyampaikan uang Rp 75 ribu ini punya filosofis yang sangat bagus. Berbeda dengan uang peringatan lainnya yang bersifat eksklusif, uang Rp 75 ribu merupakan perayaan dan rasa syukur yang bisa dirasakan seluruh masyarakat.
Uang peringatan yang lalu banyak terbuat dari emas dan perak. Ada juga uang peringatan khusus dengan nominal Rp 800 ribu dan dilelang seharga Rp 30 juta. Ini sangat eksklusif dan tidak semua orang bisa menjangkaunya.
Ia juga menilai penyebaran uang yang terbatas sebenarnya punya dampak positif. Ini membuat spekulan tidak bisa menimbun uang tersebut dalam jumlah banyak dengan niat mengambil keuntungan. Jumlahnya yang sebesar 75 juta lembar juga dinilai cukup untuk masyarakat menikmatinya tanpa berebutan.