EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pertanian menyatakan, akan menerbitkan regulasi permanen untuk sektor perunggasan yang kerap mendapati masalah. Kementan menyatakan, aturan tersebut akan berlaku untuk seluruh peternak dan industri perusahaan perunggasan terintegrasi agar menciptakan keadilan berbisnis.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, Nasrullah, mengatakan, salah satu titik fokus penerbitan regulasi permanen berkaitan dengan sanksi bagi pelanggar dalam bisnis perunggasan.
Saat ini, regulasi yang berlaku yakni Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur. Dalam regulasi tersebut, kata Nasrullah, disebutkan bahwa pihak yang melakukan pelanggaran akan diberi sanksi pencabutan izin usaha.
Namun, sanksi tersebut tak bisa mengikat lantaran penerbitan izin usaha bukan oleh Kementerian Pertanian. Hal itu lantas membuat aturan pemerintah tidak dijalankan oleh baik oleh para pelaku usaha.
"Dalam hal administratif seperti ini Kementan memang kurang karena tugas utamanya menjaga produksi. Kita akan buat sebuah aturan main permanen," kata Nasrullah dalam Webinar Pusat Kajian Pertanian dan Advokasi, Jumat (4/9).
Ia menekankan, kekurangan yang ada pada regulasi saat ini telah didalami sehingga diperlukan penyempurnaan aturan untuk membentuk iklim usaha peternakan yang kondusif. Ia pun mengakui bahwa persoalan dalam perunggasan, khususnya soal harga ayam yang anjlok di tingkat peternak selalu berulang.
"Kami punya key point yang bisa dilakukan. Bukan terkait administrasi tapi kewenangan. Bila ada yang tidak bisa ikut (aturan main) maka kita akan tindak sesuai kewenangan Dirjen PKH," katanya.
Pihaknya pun meminta kepada asosiasi peternak unggas untuk bersabar. Pasalnya, kata dia, pemerintah tengah disibukkan dengan dampak Covid-19 yang besar sehingga penyelesaian masalah-masalah teknis seperti harga tidak dapat dilakukan dengan cepat.
Nasrullah pun meminta kepada para pemangku kepentingan untuk memberikan masukan kepada Kementan agar regulasi permanen yang nantinya diterbikan bisa menyelesaikan berbagai masalah yang ada. Ia menegaskan tidak akan pandang bulu terhadap setiap pelaku usaha perunggasan.
Baik perusahaan terintegrasi skala besar, peternak besar, maupun peternak kecil. "Mau perusahaan besar, peternak kecil, besar. Peternak yang punya 1 ekor sampai 1 juta ekor, aturannya sama. Itulah aturan permanen yang universal, siapa yang tidak bisa ikut, silakan minggir," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, pada awal pekan ini kalangan asosiasi peternak yang tergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) kembali menggelar aksi demo di Kementan, Jakarta. Aksi demo tersebut sudah yang kesekian kalinya sejak tahun lalu harga ayam mulai mengalami kejatuhan.
Berbagai upaya yang dilakukan Kementan untuk menurunkan produksi ayam tak menjadi solusi permanen. Alhasil, harga ayam kembali jatuh dan Kementan menjadi sasaran aksi para peternak.
Ketua PPRN, Alvino Antonio, mengatakan, kondisi memprihatikan cukup melekat pada usaha perunggasan dalam lima tahun terakhir. Terlebih, dalam dua tahun terakhir peternak rakyat mandiri menelan kenyataan pahit lantaran harus menderita kerugian cukup besar akibat harga yang jauh di bawah biaya produksi.
Akhir 2019, kata dia, harga ayam hidup menyentuh Rp 10.000 per kg. Pada kuartal pertama 2020, harga ters merosot hingga ke bawah Rp 10.000 per kg. Adapun biaya produksi, diketahui berkisar Rp 19.000 per kg. Sementara, harga acuan pemerintah berdasarkan Permendag Nomor 7 Tahun 2020 sebesar Rp 19.000 - Rp 21.000 per kg.
"Seolah sudah menjadi lingkaran setan, semuanya kembali kepada peternak mandiri yang menjadi korban. Siklus setan tersebut terus berulang tanpa ada solusi dari pemangku kepentingan," kata Alvino dalam pernyataannya, Selasa lalu.