EKBIS.CO, JAKARTA -- Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) tahun depan naik tiga persen atau sekitar Rp 34,9 triliun dari target awal menjadi Rp 1.207,3 triliun. Kenaikan ini untuk menambal defisit yang juga diperlebar pemerintah. Semula, defisit ditargetkan sebesar Rp 971,2 triliun atau 5,5 persen dari PDB dan kini diubah menjadi Rp 1.006,4 triliun, setara dengan 5,7 persen terhadap PDB.
Perubahan ini tertuang dalam postur sementara Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 yang dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Banggar DPR, Jumat (11/9).
Penambahan penerbitan SBN menyebabkan pembiayaan utang pemerintah juga naik dengan nominal yang sama. Semula, dalam Nota Keuangan RAPBN 2021, pemerintah menetapkan Rp 1.142,5 triliun yang kini dinaikkan menjadi Rp 1.177,4 triliun. "Ini untuk membiayai defisit Rp 1.106 triliun," ujar Sri dalam paparannya.
Menaikkan target defisit tahun depan diambil seiring dengan peningkatan ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 yang berimbas pada penurunan proyeksi pendapatan negara. Dalam postur terbaru, pemerintah menetapkan target pendapatan tahun depan sebesar Rp 1.743,6 triliun, yang berarti turun Rp 32,7 triliun dari target pada Nota Keuangan.
Pemerintah juga melakukan realokasi cadangan penyesuaian pendidikan ke pos pembiayaan untuk menutupi defisit. Besarannya mencapai Rp 15,4 triliun dan akan dimasukkan dalam pos pembiayaan investasi.
Upaya lain yang dilakukan adalah menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) Tahun Anggaran 2020. Semula, dalam Nota Keuangan RAPBN 2021, opsi ini belum menjadi pertimbangan untuk menutupi defisit. "Pembiayaan lain, dengan menggunakan SAL 2020 sebesar Rp 18,5 triliun yang akan masuk dalam pembiayaan anggaran," ujar Sri.
Meski defisit membengkak dari perkiraan awal, Sri memastikan, pemerintah tetap akan menjaga disiplin fiskal. Di antaranya dengan melakukan refocusing belanja ke program yang lebih prioritas apabila pendapatan negara mengalami tekanan.