EKBIS.CO, JAKARTA – Kementerian Keuangan mencatat, realisasi penyaluran kredit yang menggunakan dana pemerintah di Himpunan Bank Negara (Himbara) sudah melampaui target Rp 90 triliun. Sedangkan besaran penyaluran kredit melalui Bank Pemerintah Daerah (BPD) masih lambat. Dua program ini menjadi bagian dari kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk UMKM.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, total penyaluran kredit melalui empat bank pelat merah per Jumat (4/9) sudah mencapai Rp 109,2 triliun. Angka ini lebih tinggi dari target pemerintah, yakni Rp 90 triliun, atau tiga kali lipat dari dana sebesar Rp 30 triliun yang ditempatkan di Himbara.
Sementara itu, penyaluran kredit melalui penempatan dana di BPD masih rendah. "Dari penempatan Rp 11,5 triliun, sudah terjadi realisasi penyaluran Rp 4,2 triliun," tutur Sri dalam doorstop virtual, Selasa (15/9).
Tapi, Sri tidak menjelaskan, faktor-faktor yang membuat realisasi penyaluran kredit modal kerja di BPD masih rendah. Padahal, penempatan dana di bank-bank daerah ini sudah dilakukan sejak akhir Juli.
Pemanfaatan insentif pajak berupa fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) final UMKM yang ditanggung pemerintah juga terbilang rendah. Per Kamis (3/9), pemanfaatannya baru Rp 300 miliar atau 12,5 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan, Rp 2,4 triliun.
Meski realisasi beberapa insentif masih rendah, Sri menilai, tren penyerapan anggaran fasilitas ini terus menunjukkan perbaikan. Ke depannya, ia memastikan akan terus memonitor perkembangan dari seluruh program PEN klaster UMKM. "Karena fasilitas-fasilitas ini akan sangat menentukan dari sisi kebutuhan untuk perputaran ekonomi," kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Sementara itu, bantuan presiden (Banpres) produktif yang ditujukan untuk 15 juta UMKM kini sudah disalurkan ke 5,59 juta usaha mikro. Nilainya mencapai Rp 13,42 triliun.
Realisasi penyaluran pinjaman atau pembiayaan kepada koperasi juga mencatatkan realisasi yang tinggi. Dari pagu anggaran Rp 1 triliun, Sri menjelaskan, telah tersalurkan Rp 604 miliar ke 55 mitra koperasi dengan anggota yang mendapatkan manfaat mencapai lebih dari 55 ribu UMKM. "Dan, tenaga kerja terlibat di dalamnya adalah 110 ribu orang," katanya.
Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 42 persen dunia usaha hanya dapat bertahan maksimal sampai September atau Oktober apabila tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah. Sementara itu, sisanya yakin mampu bertahan dengan kondisi saat ini selama lebih dari tiga bulan, meski tanpa ada perubahan operasi dan bantuan.
Data ini didapatkan dari survei BPS terhadap 34 ribu lebih pengusaha Usaha Mikro dan Kecil (UMK) serta Usaha Menengah dan Besar (UMB) yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Survei dilakukan pada 10 hingga 26 Juli.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, angka 42 persen dari 34 ribu pengusaha itu menggambarkan jumlah yang sangat besar. "Ini perlu jadi catatan," tuturnya dalam konferensi pers yang diadakan secara virtual, Selasa (15/9).
Dari berbagai jenis stimulus pemerintah, bantuan modal usaha menjadi yang paling banyak dibutuhkan pelaku UMK. Sebanyak 69,02 persen dari responden survei BPS menyatakan, membutuhkan bantuan itu. Kedua, yang paling diharapkan adalah keringanan tagihan listrik untuk usaha.
Sementara itu, keringanan tagihan listrik menjadi bantuan yang paling dibutuhkan bagi UMB. Lebih dari 43 responden UMB membutuhkannya. Selain itu, sebanyak 40,32 persen pelaku UMB mengakui, membutuhkan relaksasi atau penundaan pembayaran pinjaman untuk bertahan di tengah pandemi Covid-19.
Suhariyanto mengatakan, pemerintah harus mengevaluasi bantuan yang dibutuhkan UMB dan UMK ini. "Sehingga, berbagai program yang ada di dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) betul-betul tepat dan sesuai bantuan yang diharapkan," ujarnya.