EKBIS.CO, JAKARTA -- Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) menyebut, Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum menerbitkan Surat Persetujuan Impor (SPI) yang diajukan para anggota Pusbarindo sejak enam bulan yang lalu. Pusbarindo mendesak agar Kemendag menerbitkan SPI sesuai aturan yang berlaku.
"Sudah enam bulan pengajuan SPI, tetapi belum direspons oleh Kementerian Perdagangan," kata Ketua Pusbarindo, Valentino, dalam pernyataan resminya, Kamis (17/9).
Sebelumnya, Kemendag menerapkan kebijakan relaksasi SPI dan Laporan Surveyor bagi importir yang ingin mengimpor bawang putih. Namun, kebijakan itu hanya berlaku sejak bulan Maret hingga 31 Mei 2020. Valentino mengatakan, seharusnya Kemendag kembali pada aturan main yang semula dengan kembali menerbitkan SPI bagi importir.
Ia pun menjelaskan, ketika masa relaksasi SPI, para importir yang telah memegang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) pun atak bisa langsung mendatangkan bawang putih dalam jumlah besar. Pasalnya, saat itu harga bawang putih di China sedang tinggi karena belum memasuki masa panen. Sementara, panen bawang putih baru masuk pada akhir Juni hingga Juli.
Memaksakan pembelian bawang putih disaat harga tinggi tentunya berdampak pada harga jual di Indonesia yang juga saat itu tengah mengalami lonjakan harga.
Anggota Pusbarindo yang ingin mulai mengimpor bawang putih pada Mei juga tak semuanya bisa memanfaatkan relaksasi. Pasalnya, proses importasi dibutuhkan waktu 25 hari hingga pengapalan. Jika pengapalan bawang putih baru bisa dilakukan lewat dari 31 Mei, relaksasi SPI tak bisa dimanfaatkan.
Oleh karena itu, Valentino meminta agar Kemendag segera menerbitkan SPI para importir yang telah mengikuti aturan. "Permohonan SPI dari mayoritas anggota Pusbarindo mogok tidak bergeming hingga sekarang," katanya.
Padahal, kata dia, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2019, SPI seharusnya diterbitkan dua hari setelah diajukan. Kenyataannya, banyak importir yang mengajukan sejak Maret 2020 hingga saat ini belum diterbitkan tanpa alasan yang jelas.
"Pusbarindo yang selama ini patuh terhadap aturan seperti wajib tanam, okupansi benih, membantu pemerintah stabilisasi harga, menelan kenyataan pahit dengan ketidakjelasan ini," ujarnya.