EKBIS.CO, JAKARTA -- Komisi XI DPR menilai wacana peleburan fungsi pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia tidak diperlukan. Adapun wacana tersebut muncul usai pemerintah merasa kesulitan mencegah situasi yang tidak terkontrol di pasar finansial akibat pelemahan pengawasan regulator.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi mengatakan pemberian kewenangan yang lebih luas kepada regulator lebih didahulukan daripada melebur pengawasan bank ke Bank Indonesia.
"Saya kira teman-teman DPR mengadakan diskusi dan pendalaman intensif, bahwa saat ini diperlukan penguatan seluruh kelembagaan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK),” ujarnya saat acara public discussion dengan tema Masa Depan Pengawasan Terintegrasi Sektor Keuangan yang digelar Infobank, Selasa (22/9).
Salah satu contoh penguatan kelembagaan adalah memberikan kewenangan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk mencegah bank-bank gagal. Hal ini tentunya tetap bekerja sama dengan OJK.
"Kami lihat tidak diperlukan kelembagaan dilebur. Ada semacam pemberian kewenangan yang bisa saling memperkuat sektor tersebut, seperti LPS. Walaupun OJK ada pengawasan khusus dan pengawasan intensif (untuk mengawasi bank)," ucapnya.
DPR membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Berdasarkan draf RUU, ada beberapa pasal yang menyebut peran BI dan OJK pasal 34 ayat (1) beleid menjelaskan, tugas mengawasi bank yang selama ini dilaksanakan oleh OJK dialihkan kepada Bank Indonesia.
Pengalihan tugas mengawasi bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2023.
Sementara Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menambahkan peleburan OJK ke Bank Indonesia dapat menghambat Indonesia menjadi negara maju dengan sektor keuangan yang inklusif. Pada era teknologi ini, adanya interelasi atau keterkaitan yang erat antara sektor perbankan dengan Industri Keuangan Non Bank (IKNB).
“Indonesia maju jadi negara maju. Di negara-negara maju ternyata ada interelasi yang sangat kuat sektor keuangannya. Hal ini seiring kemajuan teknologi, memang semakin terinterelasi, makin tidak jelas, saling berkelindan," ucapnya.
Menurutnya pembahasan mengenai fungsi OJK dan Bank Indonesia harus berdasarkan naskah akademik dan melihat dinamika global terkini. Jika permasalahan sektor keuangan akhir-akhir ini banyak muncul, itu menandakan OJK semakin mengawasi gerak-gerik industri jasa keuangan.
“Jangan sampai ada aspek politik dan pemerintah terkesan menganaktirikan IKNB. Sekitar 70 persen sektor keuangan Indonesia lebih ke perbankan. Tapi kan arahnya harus inklusi, harus dikembangkan. Itu prasyarat jadi negara maju yang sistem keuangannya bisa support pertumbuhan ekonomi," ucapnya.