EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalam beberapa kesempatan selalu mendorong komoditas hortikultura untuk tampil di kancah internasional. Sejalan dengan hal tersebut, Dirjen Hortikultura Prihasto Setyanto, selalu mengingatkan jajarannya untuk terus meningkatkan mutu buah dan sayur berstandar ekspor.
Era perdagangan global tidak mengandalkan hambatan tarif, tetapi lebih menekankan pada hambatan teknis berupa persyaratan mutu, keamanan pangan, serta sanitary dan phytosanitary. Kondisi ini menuntut negara-negara produsen untuk meningkatkan daya saing produk antara lain buah dan sayur.
Menghadapi tuntutan untuk dapat menghasilkan produk buah dan sayur yang aman konsumsi, bermutu dan diproduksi secara ramah lingkungan maka perlu mengacu kepada ketentuan Good Agriculture Practices (GAP). Hal ini sekaligus menindaklanjuti amanat Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2019 tentang Keamanan Pangan yang relevan dengan kondisi Indonesia (Indo GAP). GAP mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pencegahan penularan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), penjagaan kesehatan, meningkatkan kesejahteraan petani, dan prinsip penelusuran balik (traceability).
Perwujudan penerapan budidaya yang baik dinyatakan dengan pemberian nomor registrasi. Nomor registrasi ini diberikan kepada pelaku usaha baik petani, kelompok tani, gapoktan atau asosiasi sebagai hasil penilaian kebun atau lahan usaha.
Kasubdit Standarisasi dan Mutu Ditjen Hortikultura, Hotman Fajar Simanjuntak, menyampaikan bahwa tujuan dari registrasi kebun buah adalah untuk menyiapkan sistem jaminan mutu buah dan sayur. “Selain itu mempermudah proses telusur balik produk buah dan sayur termasuk mendorong percepatan akses pasar buah dan sayur. Selain itu meningkatkan mutu dan keamanan pangan pada buah dan sayur sehingga memiliki daya saing di manca negara,” ujar Hotman.
Produk hortikultura yang akan diregistrasi diusulkan oleh pemohon registrasi kepada Dinas Pertanian Provinsi melalui Dinas Pertanian di Kabupaten/Kota. Pemohon registrasi, jelas Hotman, harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti penerapan GAP, SOP, prinsip-prinsip PHT dan melakukan pencatatan/pembukuan.
“Surat keterangan registrasi kebun/lahan usaha berlaku selama dua tahun dan dapat diperpanjang selama dua tahun berikutnya setelah dilakukan survailen secara berkala (minimal satu kali dalam setahun) maupun sewaktu-waktu,” tambah Hotman.
Hotman menyebutkan, komoditas buah yang telah diregistrasi kebun antara lain buah naga, manggis, salak, pisang, nenas, jeruk, melon, mangga dan pepaya. Berdasarkan data tahun 2019, jumlah kebun yang telah teregistrasi secara keseluruhan terdapat 4.538 kebun.
“Kendala yang dihadapi saat ini adalah belum diupdatenya data registrasi kebun buah di sistem aplikasi yang telah ada sehingga menyulitkan untuk merekap data apabila diperlukan dengan segera," tambah Kasie Penerapan Mutu Ditjen Hortikultura, Dina Martha.
Menurut Dina, diperlukan dukungan dan kerja sama dari Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk menginput data terbaru.
Secara terpisah Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Bambang Sugiarto sangat mendorong upaya registrasi kebun ini. Produk hortikultura yang telah diregistrasi akan mendorong pada terbukanya akses pasar buah dan sayur ke pasar ekspor yang lebih luas.
“Produk yang teregistrasi akan menghasilkan produk bermutu, aman dikonsumsi, ramah lingkungan, dan berorientasi ekspor. Registrasi kebun membentuk sistem jaminan mutu produk buah dan sayur yang mudah ditelusuri balik dari mana asal produk diperoleh,” pungkasnya.