Kamis 24 Sep 2020 22:20 WIB

'Penggunaan Energi Terbarukan Menguntungkan'

Penggunaan energi terbarukan tak hanya baik untuk lingkungan tapi juga menguntungkan.

Red: Bilal Ramadhan
Indonesia  Business  Council  for  Sustainable  Development (IBCSD) menggelar webinar berjudul ‘Unlocking Renewable Energy Demand from Commercial and Industrial Buyers for Green Economy’, Kamis (24/9).
Foto: Istimewa
Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) menggelar webinar berjudul ‘Unlocking Renewable Energy Demand from Commercial and Industrial Buyers for Green Economy’, Kamis (24/9).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Enam puluh persen gas rumah kaca di dunia dihasilkan dari penggunaan energi oleh manusia. Indonesia sendiri adalah negara terbesar di ASEAN dalam hal konsumsi energi, dan jumlahnya terus meningkat pesat.

Menanggapi fakta tersebut, pemerintah Indonesia sendiri telah menargetkan proporsi penggunaan energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2030, serta 31 persen pada 2050. Dalam diskusi berjudul ‘Unlocking Renewable Energy Demand from Commercial and Industrial Buyers for Green Economy’, yang diselenggarakan oleh Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Menteri ESDM Arifin Tasrif yang diwakilkan  oleh Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan, Harris ST MT, menyampaikan, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga tahun 2030 sebesar 29 persen tanpa bantuan dan 41 persen dengan dukungan internasional.

"Tentunya ini termasuk dari sektor energi, pemerintah telah mencanangkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton CO2 di tahun 2030,” kata Harris, berdasarkan rilis yang diterima, Kamis (24/9).

Estimasi  kebutuhan investasi untuk menurunkan emisi sebesar 314 juta CO2 adalah Rp 3.500  triliun. Bidang Pembangkit Listrik EBT ditargetkan dapat berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 156,6 juta ton CO2 (atau 49,8 persen dari total aksi mitigasi sektor energi) dengan kebutuhan investasi sebesar 1.690 Triliun Rupiah.

Dalam kacamata ekonomi, pengurangan biaya pada sistem energi, dikombinasikan dengan pengurangan polusi udara dan emisi karbon dioksida, akan menghemat hingga 53 miliar  dolar AS per tahun, atau diperkirakan 1,7 persen dari GDP Indonesia tahun 2030. Artinya,  percepatan penggunaan energi terbarukan dapat meningkatkan GDP Indonesia sebanyak  1,3 persen pada tahun 2030 (International Renewable Energy Agency, 2017).

Dari seluruh sektor, industri memiliki kebutuhan energi terbesar diikuti oleh sektor transportasi, rumah tangga, sektor komersial dan lain-lain. Mengubah sistem energi  konvensional ke energi terbarukan tentunya membutuhkan investasi.

Jika penggunaan energi baru dan terbarukan dipercepat, investasi yang harus dikeluarkan tidak lagi menjadi masalah, apalagi biaya energi terbarukan kini sudah lebih rendah.

“Menurunnya biaya energi terbarukan telah menciptakan peluang baru untuk pemanfaatannya, termasuk di sektor komersial dan industri. Karena permintaan energi bersihterus meningkat di negara berkembang, sektor industri telah memimpin komitmen untuk menggunakan energi bersih dalam operasinya,” ujar Shinta Kamdani selaku President Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD).

Perusahaan anggota IBCSD yang menjadi thought leader dalam penggunaan energi terbarukan antara lain adalah Coca-Cola Amatil Indonesia, salah satu perusahaan pembotolan terbesar dan distributor minuman siap non-alkohol di Indonesia.

Direktur Public Affairs, Communications dan Sustainability Amatil Indonesia Lucia Karina menyampaikan, sejak 2017, Coca-Cola Amatil telah mendeklarasikan komitmen publik untuk target keberlanjutan yang akan dicapai di tahun 2020. Salah satu diantaranya adalah tentang perubahan iklim dan energi, yang mana Coca-Cola Amatil menargetkan untuk menggunakan setidaknya 60 persen dari kebutuhan energi dari energi terbarukan dan rendah karbon.

Komitmen ini juga merupakan bentuk dukungan terhadap upaya pemerintah Indonesia  dalam menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton karbon dioksida atau CO2 pada tahun 2030. Sejalan dengan inisiatif sustainability yang telah dilaksanakan, di awal  tahun 2019, Coca-Cola Amatil Indonesia telah memulai pemasangan atap panel surya di  pabrik terbesarnya di Indonesia di Cikarang Barat.

Amatil Indonesia juga terus berinvestasi dalam program efisiensi energi di semua operasi, termasuk mentransformasi lemari es yang digunakan pelanggan dengan model yang lebih hemat energi, mengubah sistem pencahayaan ke LED sejak tahun 2016 di seluruh pabrik dan gudang, menjalankan konversi boiler, pembangkit listrik, dan energi forklift dari matahari menjadi gas alam dan gas alam terkompresi sejak tahun 2008.

Di samping itu, selama tiga tahun terakhir, CCAI telah mengganti solar dengan energi yang lebih ramah lingkungan, yaitu LNG dan LPG. Berbagai investasi telah digulirkan Amatil Indonesia untuk keberlanjutan lingkungan merupakan bukti konkrit komitmennya untuk keberlanjutan lingkungan dan meninggalkan warisan positif.

"Capaian Amatil Indonesia dalam mentransformasi operasi bisnis ke arah yang lebih  ramah lingkungan, merefleksikan komitmen kami untuk secara aktif melibatkan  karyawan, pelanggan, komunitas lokal, pemerintah dan pemangku kepentingan lain untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang,” ujar Lucia Karina.

Meningkatnya kesadaran sektor industri atas penggunaan energi terbarukan yang ternyata tidak hanya baik untuk lingkungan, namun juga menguntungkan, selaras dengan naiknya permintaan atas produk yang sustainable. Karenanya, tak berbeda dengan Amatil, SUN   Energy juga terus berinovasi dalam menyediakan teknologi yang terjangkau untuk energi terbarukan.

SUN Energy melihat peluang dari pemanfaatan energi baru dan terbarukan di berbagai  sektor industri menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun. Sebagai salah satu pengembang proyek panel surya asal Indonesia yang telah mengantongi proyek  internasional, SUN Energy mencatat kenaikan permintaan instalasi sistem tenaga surya sebesar hampir 40 persen dibanding tahun sebelumnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement