EKBIS.CO, JAKARTA – Bank Dunia memproyeksikan, ekonomi Indonesia pada 2020 tumbuh negatif 1,6 persen. Bahkan, dalam skenario paling buruk, pertumbuhannya bisa kontraksi sampai dua persen.
Angka ini lebih turun dibandingkan outlook Bank Dunia pada Juli yang memperkirakan ekonomi Indonesia masih bisa bertahan di nol persen. Proyeksi terbaru ini disampaikan Bank Dunia dalam Laporan Ekonomi Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik edisi Oktober, From Containment to Recovery, yang dirilis Selasa (29/9).
Bank Dunia menyebutkan, ekonomi Indonesia bisa kembali pulih dengan pertumbuhan 4,4 persen pada 2021. Tapi, dalam skenario buruk, pertumbuhannya hanya mencapai tiga persen.
Skenario pertumbuhan ekonomi tahun ini maupun tahun depan masih bergantung pada pandemi Covid-19. "Berdasarkan asumsi terjadinya pemulihan dan normalisasi kegiatan secara berlanjut di negara-negara besar, dikaitkan dengan kemungkinan diproduksinya vaksin," tulis Bank Dunia dalam pernyataan resmi yang diterima Republika.co.id, Selasa (29/9).
Secara keseluruhan, kawasan Asia Timur dan Pasifik diproyeksikan mengalami pertumbuhan hanya 0,9 persen pada tahun ini. Bank Dunia mencatat, angka tersebut merupakan yang terendah sejak 1967.
Sementara itu, China diprediksi untuk mengalami pertumbuhan sebesar dua persen. Pertumbuhan Negeri Tirai Bambu ini didorong belanja pemerintah, ekspor yang kuat, dan angka yang rendah pada kasus penularan baru sejak Maret. Tapi, konsumsi domestiknya masih cenderung yang lambat.
Apabila mengecualikan China, negara-negara lain di kawasan Asia Timur dan Pasifik diproyeksikan mengalami kontraksi sebesar 3,5 persen. Dalam skenario lebih buruk, angkanya dapat mencapai kontraksi 4,8 persen.
Bank Dunia menyebutkan, prospek kawasan Asia Timur dan Pasifik lebih cerah pada tahun depan dengan pertumbuhan diharapkan mencapai 7,9 persen di Cina dan 5,1 persen di negara-negara lain di kawasan ini. Akan tetapi, output diproyeksikan tetap berada di bawah angka proyeksi sebelum pandemi selama dua tahun ke depan.
Prospek tidak baik terutama terjadi pada beberapa negara di Kepulauan Pasifik yang sangat terdampak. Output mereka diprediksi tetap berada di 10 persen di bawah angka sebelum krisis selama 2021.
Bank Dunia menilai, pandemi Covid-19 telah menyebabkan tiga guncangan (Triple Shock) bagi kawasan Asia Timur dan Pasifik yang sedang berkembang. "Pandemi itu sendiri, dampak upaya pembatasan terhadap perekonomian, dan gaung resesi ekonomi di tingkat global," ucapnya.
Kawasan Asia Timur dan Pasifik merupakan tempat dimulainya Covid-19. Sampai saat ini, kawasan mengalami kesulitan yang tidak separah bagian lain di dunia akibat penyakit tersebut. Negara-negara yang berhasil menekan penyebaran penyakit tersebut hingga saat ini menggunakan kombinasi strategi pembatasan mobilitas secara ketat, strategi berbasis pengujian secara meluas, dan program informasi untuk menggalakkan perilaku pencegahan.
Tapi, pandemi dan berbagai upaya untuk menekan penyebarannya mengakibatkan pembatasan kegiatan ekonomi yang dapat berlangsung. Hasil/outcome negara secara umum berkaitan dengan seefektif apa penyakit ini dapat ditekan dan serentan apa suatu negara terhadap guncangan eksternal.
Upaya pencegahan meluasnya penyebaran penyakit ini di beberapa negara mengakibatkan bangkitnya kegiatan perekonomian domestik. Akan tetapi perekonomian di kawasan ini sangat bergantung kepada seluruh bagian lain di dunia. Kondisi ini yang menyebabkan, ekonomi kawasan pada 2020 sangat tertekan.
Perdagangan mulai bangkit seiring berangsur pulihnya kegiatan perekonomian di tingkat global, namun sektor pariwisata masih akan tetap lemah. Meskipun permodalan jangka pendek telah mulai kembali masuk ke kawasan, ketidakpastian di tataran global masih menghambat investasi dari dalam maupun luar negeri.