EKBIS.CO, JAKARTA -- Peran Perpustakaan Nasional (Perpusnas) dan seluruh perpustakaan di daerah menjadi bagian penting dari peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dicanangkan pemerintah. Peningkatan literasi masyarakat diperlukan memperbaiki kualitas fasilitas layanan perpustakaan.
Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando mengatakan blue print pembangunan perpustakaan modern telah disiapkan oleh Perpusnas termasuk penguatan sumber daya manusia pengelola perpustakaan. Perpusnas secara resmi pernah menyampaikan untuk membangun jenis perpustakaan sesuai standar membutuhkan dana sekitar Rp 116 triliun.
“Transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan sekumpulan aktivitas yang memperkuat peran perpustakaan dalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat melalui kemampuan literasi, inovasi maupun kreativitasnya. Transformasi perpustakaan telah berhasil mengubah wajah perpustakaan,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (29/9).
Perpusnas mencatat hingga 2019 sebanyak 334 perpustakaan desa dan kelurahan merasakan dampak positif dari perubahan paradigma baru perpustakaan. Bahkan beberapa daerah perpustakaan telah menjadi motor penggerak ragam aktivitas masyarakat.
“Tranformasi perpustakaan dapat terwujud karena komitmen, sinergitas, dan kolaborasi banyak pihak,” ucapnya.
Syarif menjelaskan transformasi perpustakaan berguna dalam menghadapi revolusi industri 4.0 yang mengedepankan aspek teknologi. Era revolusi industri 4.0 memerlukan penguasaan literasi yang tinggi.
“Ada empat tahapan. Pertama, kemampuan mengumpulkan sumber-sumber bahan bacaan. Kedua, kemampuan memaknai yang tersirat dan tersurat. Ketiga, kemampuan menghasilkan ide, gagasan, dan kreativitas baru. Keempat, kemampuan menciptakan barang/jasa yang berguna bagi khalayak,” jelasnya.
Menurutnya saat ini penetrasi literasi masih rendah, masyarakat bisa membaca tetapi tidak mengerti apa yang dibaca. Pada masa pandemi, Perpusnas dan perpustakaan daerah dapat menjadi katalisator membangun budaya membaca dan literasi sebagai gaya hidup era tatanan baru.
Sementara Anggota Komisi X DPR Hetifah Sjaifudin menambahkan Perpusnas sudah memodernisasi fasilitas layanan perpustakaan, namun sebagian besar perpustakaan daerah belum nampak. Adanya modernisasi layanan perpustakaan memudahkan program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial.
Sejak 2018 dukungan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan Subbidang Perpustakaan mulai dibahas bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Keuangan. Kemudian dialokasikan dari kantong APBN mulai 2019.
Tujuannya mendorong peran daerah untuk meningkatkan budaya baca dan literasi masyarakatnya. Alokasi DAK fisik perpustakaan yang disiapkan Kemenkeu pada 2019 sebesar Rp 300 miliar dan meningkat Rp 150 miliar pada 2020.
Namun akibat pandemi Covid-19, program DAK dihentikan sementara waktu dan hanya tersisa Rp 74 miliar. Sebagian besar penggunaan DAK menyasar pada pembangunan gedung fasilitas perpustakaan dan sisanya diperuntukkan pengadaan koleksi, perabot layanan, dan kebutuhan TIK.
“Kami meminta agar pengembangan perpustakaan di daerah harus betul-betul memperhatikan berbagai aspek, salah satunya mengusung konsep modern yang dapat menarik antusiasme pengunjung dan masyarakat untuk memanfaatkan perpustakaan,” ucapnya.
“Perpustakaan di daerah harus dibangun modern dengan desain menarik. Fasilitas TIK juga harus menunjang, termasuk koleksi buku-bukunya, sehingga masyarakat terutama para milenial betah berada perpustakaan,” ucapnya.
Anggota Komisi X DPR Putra Nababan mengatakan penentuan lokasi perpustakaan sangat penting. Jika perlu adakan perpustakaan pusat keramaian.
“Keduanya juga menyarankan Perpusnas memprioritaskan pembangunan perpustakaan di daerah 3T dengan menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Dalam Negeri, sehingga akses dan kebutuhan informasi bisa tertangani,” ucapnya.
Ke depan diharapkan pengembangan perpustakaan daerah tidak sebatas pada bangunan fisik berupa gedung, melainkan juga aspek sumber daya manusia pengelola perpustakaan. Setidaknya sumber daya manusia pengelola perpustakaan di kota-kota besar lebih siap dibandingkan dengan yang di daerah.
"Jadi, tidak ada salahnya Perpusnas menggandeng pihak lain yang secara kualitas SDM-nya lebih baik,” ucapnya.