EKBIS.CO, JAKARTA -- CEO Refinery & Petrochemical Subholding (PT Kilang Pertamina Internasional) Ignatius Tallulembang mengatakan, kilang-kilang Pertamina yang ada saat ini hanya bisa memproduksi jenis minyak yang sulfurnya rendah (sweet crude) yaitu 0,2 persen. Padahal, jenis minyak mentah yang dihasilkan dunia saat ini rata-rata mengandung sulfur dua persen (sour crude).
"Kilang Pertamina yang sudah bisa mengolah minyak dengan sulfur dua persen hanya Kilang Cilacap. Sedangkan kilang lainnya masih di bawah itu," kata Ignatius dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR secara virtual, Senin (5/10).
Ia menjelaskan, pada dasarnya minyak mentah yang ada di dunia ini berdasarkan dua acuan, kadar sulfur dan berat jenisnya. Kilang-kilang Pertamina yang ada saay ini didesain mengolah kandungan sulfur 0,2 persen. Berat jenisnya yang jenis medium dan heavy. Dengan spesifikasi ini, jenis minyak mentah yang bisa diolah ini sangat terbatas, hanya 3,3 persen dari seluruh minyak mentah yang ada di secara global.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, saat ini perusahaan tengah melakukan modifikasi kilang eksisting atau Refinery Development Master Plan (RDMP) empat kilangnya. Perusahaan juga melakukan pembangunan dua kilang baru atau Grass Root Refinery (GRR).
Keempat kilang RDMP adalah Balikpapan, Cilacap, Balongan, dan Dumai. Sedangkan dua kilang baru adalah Tuban dan Bontang. Sayangnya, untuk pembangunan Kilang Bontang ditunda. Adapun total biaya yang dibutuhkan mencapai 48 miliar dolar AS.
Nicke mengatakan, dengan modifikasi kilang lama dan pembangunan kilang baru akan membuat minyak mentah yang bisa diolah lebih fleksibel. Dengan begitu, harga beli minyak impor lebih murah karena jenisnya banyak. Proyek pembaharuan kilang-kilang ini juga akan menaikkan kapasitas produksi dan mengurangi impor BBM.
Modernisasi akan memperbaiki fleksibilitas minyak mentah yang diolah. "Dengan begitu, harga minyak mentah bisa kita tekan dan akan berpengaruh pada biaya produksi. Ujungnya, harga BBM akan terjangkau," kata Nicke.