EKBIS.CO, JAKARTA - Riset terbaru yang dilakukan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO) menunjukkan nilai ekspor produk garmen dari negara-negara produsen di Asia turun hingga 70% di paruh pertama 2020 akibat pandemi Covid-19.
Penurunan yang tajam itu disebabkan oleh anjloknya permintaan konsumen, langkah penutupan wilayah atau lockdown yang diambil pemerintah, serta gangguan pada impor bahan mentah yang sangat diperlukan untuk produksi garmen.
"Riset ini menyoroti dampak luar biasa dari Covid-19 terhadap industri garmen di segala tingkatan," kata Chihoko Asada Miyakawa, Direktur Regional ILO untuk Asia-Pasifik, dalam keterangan pers pada Rabu.
"Menjadi vital bahwa pemerintah, buruh, karyawan, dan pemangku kepentingan lain dalam industri ini bekerja sama untuk menavigasi kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya ini serta membantu menciptakan masa depan yang lebih berpusat pada manusia untuk industri ini," kata Miyakawa menambahkan.
Riset berjudul The supply chain ripple effect: How Covid-19 is affecting garment workers and factories in Asia and the Pacific (Efek riak gelombang pada rantai pasok: Bagaimana Covid-19 berdampak pada pekerja dan pabrik garmen di Asia dan Pasifik) merupakan hasil kajian di sepuluh negara utama produsen garmen di kawasan ini.
Kesepuluh negara tersebut adalah Bangladesh, China, Filipina, India, Kamboja, Myanmar, Pakistan, Sri Lanka, Vietnam, dan Indonesia. Menurut riset yang sama, hingga September 2020 hampir separuh dari seluruh pekerjaan dalam rantai pasok industri garmen bergantung pada permintaan konsumen yang berada di negara dengan aturan lockdown ketat, dengan penjualan ritel yang menurun drastis.
Berdasarkan data ILO, kawasan Asia-Pasifik mempekerjakan sekitar 65 juta buruh di sektor garmen pada 2019. Angka itu menyumbang 75 persen pekerja industri ini di seluruh dunia.
ILO juga menyoroti bagaimana pekerja perempuan, mayoritas pada sektor garmen, menerima dampak yang tidak proporsional akibat situasi tidak menguntungkan tersebut. Kondisi tersebut memperburuk kondisi yang mereka alami selama ini, misalnya dalam hal ketidaksetaraan upah dan beban kerja.
Organisasi tersebut merekomendasikan "keberlanjutan dukungan bagi pelaku usaha juga perpanjangan perlindungan sosial bagi para pekerja, khususnya perempuan".