EKBIS.CO, KABUPATEN BOGOR -- Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) meminta para pelaku usaha untuk mulai menyetop penjualan pakaian bekas impor (thrifting) untuk mengedepankan keberlangsungan industri dalam negeri.
"Kita berkomunikasi dengan UKM penjual (pakaian bekas) untuk bagaimana mereka bisa mengalihkan kegiatannya atau justru menjual produk legal produksi dari dalam negeri," kata Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah Kemenkop UKM Hanung Harimba Rachman saat pemusnahan pakaian bekas impor di tempat pengolahan limbah PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (20/9/2023).
Ia menjelaskan Kemenkop UKM memiliki program berupa mempertemukan pelaku usaha yang selama ini menjual pakaian bekas impor dengan pihak industri pakaian dalam negeri. Sehingga, harapannya pelaku usaha tersebut bisa bermitra dengan industri dan beralih menjual pakaian-pakaian baru dan legal.
Menurut dia, upaya tersebut dilakukan untuk menyelamatkan industri dalam negeri khususnya di bidang garmen yang jumlah tenaga kerjanya ada sekitar satu juta orang di Indonesia.
Hanung menyebutkan bahwa industri dalam negeri harus diutamakan dibanding mengimpor barang, terlebih yang didatangkan berupa barang bekas. "Tentunya kita tidak ingin mengimpor terus, menggunakan pakaian bekas, jadi negara yang menggunakan pakaian bekas, tempat penjualan sampah tentunya bukan itu yang diharapkan," ujar Hanung.
Sementara, Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan (Kemendag) Moga Simatupang di tempat yang sama mengungkapkan pihaknya sejak September 2019 hingga sekarang telah memusnahkan 18.005 balls seberat 49.104 kilogram pakaian bekas impor. "Kenapa masih banyak penjualan pakaian bekas? Karena penjualan pakaian bekas itu tidak dilarang, yang dilarang itu impor asing pakaian bekas," kata Moga.
Ia mengatakan pemusnahan itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang sudah sangat jelas melarang impor pakaian bekas tersebut. Adapun sejumlah aturan yang melarang tindakan tersebut diantaranya UU Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan Pasal 111 dan Pasal 112 dengan hukuman maksimal penjara 5 tahun denda Rp 5 miliar, UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan hukuman 5 tahun penjara denda maksimal Rp 2 miliar.