EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, neraca perdagangan pada Oktober surplus sebesar 3,61 miliar dolar AS. Angka itu merupakan yang tertinggi sepanjang 2020.
Pengamat Ekonomi Indef Bhima Yudistira menilai, surplus tersebut sesuai prediksi. Hal itu melihat masih rendahnya permintaan bahan baku industri di dalam negeri.
"Impor bahan baku yang turun 5 persen dibandingkan September 2020 atau minus 415,7 juta dolar AS mencerminkan produsen masih menahan kenaikan produksi karena daya beli konsumen masih turun. Data ini sejalan dengan indeks penjualan riil BI yang terkontraksi 8,7 persen pada September," ujarnya kepada Republika, Senin (16/11).
Indeks keyakinan konsumen pun, kata dia, masih menurun dari 83,4 menjadi 79 pada Oktober. Dirinya menuturkan, selama konsumen kelas menengah dan atas tahan belanja maka industri tidak berani menambah stok pasokan bahan baku termasuk bahan baku impor.
Selain itu, lanjutnya, dari sisi impor barang konsumsi negatif atau minus 7,58 persen dibanding bulan sebelumnya. "Padahal pelaku usaha kan biasanya stok impor barang konsumsi untuk mempersiapkan Harbolnas 11/11 pada bulan berikutnya. Penjualan lewat e-commerce meskipun naik tapi belum bisa mengimbangi penurunan tajam pada ritel konvensional. Ini berarti konsumsi memang belum pulih," jelas dia.
Sementara dari kinerja ekspor nonmigas, kata di, ada kenaikan 3,54 persen secara month to month (mtm). Ekspor didukung oleh perbaikan permintaan di China yang naik 8,9 persen dibanding bulan sebelumnya. Porsi ekspor ke China juga merangkak menjadi 18,6 persen dari total ekspor. Sementara di ASEAN terjadi pembalikan arah dengan pertumbuhan kinerja ekspor yang positif 8,45 persen.
"Ini kabar baiknya ada pemulihan ekspor yang lebih cepat, meskipun tetap perlu dicermati, surplus masih disebabkan impor yang menurun cukup dalam karena aktivitas didalam negeri belum pulih. Kita berharap ada perbaikan kualitas surplus perdagangan pada akhir tahun tersisa," ujar Bhima.