EKBIS.CO, JAKARTA-- Menindaklanjuti pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah saat ini sedang menyusun aturan pelaksanaan berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.
Pada proses penyusunan ini, pemerintah berkeinginan menyerap aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan dengan harapan RPP mampu mengakomodasi seluruh aspirasi dan menampung seluruh masukan dari pelaku usaha dan masyarakat.
Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Affandi Lukman, mengatakan atas dasar tujuan itu, pemerintah membentuk tim independen yang akan berkunjung ke beberapa kota untuk menyerap masukan, tanggapan, dan usulan dari masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan terkait RPP dan RPerpres UU Cipta Kerja.
“Selain untuk menjelaskan pokok-pokok substansi yang telah diatur dalam UU Cipta Kerja, kegiatan ini ditujukan untuk menyerap aspirasi dari para pemangku kepentingan dalam penyiapan aturan turunannya dari UU Cipta Kerja yang dalam waktu tiga bulan sudah siap,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (3/12).
Adapun rangkaian kegiatan serap aspirasi yang diadakan di Yogyakarta, berusaha menampung seluruh saran dan masukan dari stakeholders terkait mengenai sektor tata ruang, pertanahan, PSN, PUPR, transportasi, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), perizinan berbasis risiko, dan informasi geospasial. Menurutnya pandemi Covid-19 telah menimbulkan berbagai dampak yang kita rasakan bersama, terutama dampak bidang ekonomi.
“Pertumbuhan ekonomi kita mengalami kontraksi yang signifikan. Pada kuartal satu masih tumbuh positif sebesar 2,97 persen, namun pada kuartal dua turun menjadi -5,32 persen karena adanya pembatasan aktivitas sosial-ekonomi. Namun pada kuartal tiga sudah mulai terjadi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi kita menjadi -3,49 persen. Diharapkan pada kuartal empat sudah mendekati atau sudah dapat tumbuh positif,” ucapnya.
Berdasarkan Gross National Income per kapita Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan secara konsisten dan mencapai posisi sebagai negara upper middle income per 1 Juli 2020, pada 2019 sebesar 4,050 dolar AS naik dari 2018 sebesar 3,840 dolar AS. Pada kondisi ini, Indonesia menghadapi tantangan middle income trap (MIT), yaitu keadaan ketika perekonomian suatu negara tidak dapat meningkat menjadi negara high income.
“Negara yang terjebak dalam middle income trap akan berdaya saing lemah, karena apabila dibandingkan low income countries, akan kalah bersaing dari sisi upah tenaga kerja mereka yang lebih murah, sedangkan dengan high income countries akan kalah bersaing dalam teknologi dan produktivitas,” ucapnya.
Menurutnya terobosan besar diperlukan dalam melakukan transformasi ekonomi serta mendorong reformasi struktural di Indonesia. Di sinilah UU Cipta kerja tercipta, tak hanya mendorong pemulihan ekonomi dan transformasi ekonomi, namun UU Cipta Kerja juga sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada serta tantangan ke depan.
“UU Cipta kerja menciptakan lapangan kerja dan kewirausahaan melalui kemudahan berusaha. Salah satunya terkait insentif untuk Kawasan Ekonomi (KEK, KPBPB, dan Kawasan Industri) dan percepatan penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN). Manfaat lainnya yakni penyediaan perumahan akan dipercepat dan diperbanyak untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dikelola oleh Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3),” ucapnya.
Terkait redistribusi tanah, akan dibentuk Bank Tanah untuk mempercepat reforma agraria dan redistribusi tanah kepada masyarakat. Sedangkan perkebunan di kawasan hutan (keterlanjuran), masyarakat diberikan izin (legalitas) untuk pemanfaatan atas keterlanjuran lahan dalam kawasan hutan dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan.
“Luasnya cakupan UU Cipta Kerja dimaksudkan untuk mengharmonisasikan berbagai sistem perizinan yang ada di berbagai UU yang belum terintegrasi dan harmonis,” ucapnya.
Sebagian besar usaha mikro dan kecil (UMK) tidak memiliki legalitas dan perizinan, sehingga menghambat untuk mendapatkan akses pembiayaan dan pasar yang lebih luas, juga tidak terjangkau pembinaan oleh Pemerintah atau kemitraan dengan badan usaha besar.
Dari sini UU Cipta Kerja melakukan perubahan paradigma dan konsep perizinan berusaha dengan penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Risk Based Approach), dengan mengubah pendekatan perizinan dari berbasis izin (license based) ke berbasis risiko (risk based).